Type Here to Get Search Results !

BUBARNYA UNI SOVYET DAN KONPLIK UKRAINA VS RUSIA

0

 




Uni Soviet merupakan salah satu negara adikuasa pemenang Perang Dunia II. Pada 1947-1991, Uni Soviet menjadi pusat dari aliansi negara komunis Blok Timur selama Perang Dingin. Hingga awal tahun 1991, Uni Soviet adalah negara dengan wilayah kekuasaan terbesar di dunia. Masa kejayaan Uni Soviet tidak mampu bertahan lama. Seletelah 69 tahun berdiri, Uni Soviet mengalami keruntuhan pada Desember 1991. Keruntuhan Uni Soviet bermula dari kemerosotan ekonomi pada sekitar tahun 1980. Kemerosotan ekonomi tersebut berdampak negatif pada seluruh aspek kehidupan Uni Soviet. Secara khusus, berikut faktor-faktor penyebab runtuhnya Uni Soviet: 


Munculnya ketidakpuasan kelas menengah dan kelompok elite terhadap penerapan sistem komunisme. 

Sistem ekonomi sentralistik yang diterapkan mennyebabkan susahnya pemerataan kesejahteraan dan perkembangan ekonomi daerah. 

Korupsi di kalangan partai komunis dan pemerintahan. 

Munculnya gerakan separatisme di negara-negara bawahan Uni Soviet.

 Presiden Michael Gorbachev dan Boris Yeltsin gagal melakukan perbaikan sistem pemerintahan komunis di Uni Soviet.


Mikhail Gorbachev sebagai presiden Uni Soviet menerapkan restrukturisasi politik dan ekonomi untuk memperbaiki krisis Uni Soviet pada tahun 1985. Secara umum, kebijakan ini berusaha mengubah sistem komunisme menjadi lebih demokratis yang  mempunyai tiga prinsip utama yaitu Glasnost (keterbukaan politik), Democratizatsiya (demokratisasi) dan Rule of Law pada perkembangannya  hal ini justru  dianggap sebagai blunder yang mempercepat keruntuhan Uni Soviet. Kebijakan tersebut menyebabkan pertentangan antara kelompok moderat, konservatif dan radikal tentang sistem komunisme di Uni Soviet.Pada  tahun 1991  Uni Soviet dan Pakta Warsawa bubar. 


                                  NEGARA PACAHAN UNI SOVYET

Uni sovyet  kemudian uiterpecah menjadi beberapa negara  diantaranya : 

1. Federasi Rusia

Dengan luas wilayah hampir 17 juta km2, Federasi Rusia adalah negara terbesar di dunia dan terletak di Eurasia. Rusia adalah anggota terbesar dari Uni Soviet dengan lebih dari setengah dari total populasi Uni Soviet.Setelah pembubaran Uni Soviet pada 25 Desember 1991, Rusia menjadi negara merdeka sendiri 

2. Kazakstan

Republik Kazakhstan adalah negara dengan daratan terbesar di dunia. Ini adalah negara lintas benua yang terletak di Eropa Timur dan Asia Tengah bagian utara. Selama pembubaran Uni Soviet, negara itu adalah anggota terakhir dari republik konstituen Uni Soviet yang mendeklarasikan kemerdekaan. Setelah kemerdekaan Kazakhstan, negara itu dipimpin oleh Nursultan Nazarbayev.

3. Ukraina

Ukraina adalah negara berdaulat. Pasca kemerdekaan, negara itu mempertahankan kedudukannya di PBB dan terus mengajukan di pengadilan asing terhadap Federasi Rusia dengan harapan untuk mendapatkan kembali bagian aset asingnya.Meski Uni Soviet sudah runtuh, Ukraina masih banyak menghadapi berbagai masalah dalam diplomasi internasional.Bukan hanya konflik antara NATO dan milisi Pro-Kremlin, melainkan juga berkaitan dengan ekosistem maupun kebutuhan masyarakatnya.

4. Turkmenistan

Republik Turkmenistan merupakan satu di antara negara pecahan Uni Soviet yang terletak di wilayah Asia Tengah. Negara ini berbatasan dengan China di sebelah timur, Uzbekistan sebelah barat, dan Afghanistan di selatan.Kemerdekaan Turkmenistan dari Uni Soviet diumumkan pada 27 Oktober 1991, kemudian disempurnakan pada 25 Desember 1991.

5. Uzbekistan

Republik Uzbekistan adalah negara yang terletak di Asia Tengah. Uzbekistan memproklamasikan diri sebagai negara berdaulat pada 20 Juni 1990 dan mendeklarasikan kemerdekaannya pada 31 Agustus 1991.  

6. BelarusiaNegara pecahan Uni Soviet ini memiliki karakteristik yang berbeda, sekalipun menjadi wilayah yang berada di Eropa Timur.Ibukota Belarus adalah Minsk, dengan kombinasi iklim yang sedikit hangat jika dibandingkan dengan negara Eropa Timur lainnya.

7. Kirgizstan

Republik Kirgizstan berbatasan langsung dengan Kazakhztan, Tajakistan, Uzbekistan, dan China Kemerdekaan Kirgiztan diumumkan pada 31 Agustus 1991 dan secara resmi diakui pada 25 Desember 1991.Kirgizstan memiliki luas wilayah kurang lebih sekitar 199.951 km2 dengan total jumlah penduduknya mencapai sekitar 5,8 juta pada 2015. 

8. Tajikistan

Republik Tajikistan merupakan satu di antara negara pecahan Uni Soviet yang terletak di wilayah Asia Tengah. Kemerdekaan Tajakistan dari Uni Soviet diumumkan pada tanggal 9 September 1991, kemudian disempurnakan pada tanggal 25 Desember 1991.Total luas wilayah Tajakistan mencapai kurang lebih sekitar 143.100 km2. Jumlah penduduk Tajakistan diperkirakan sebanyak 8.3 juta jiwa pada tahun 2015.

9. Azerbaijan

Republik Azerbaijan adalah sebuah negara yang terletak di persimpangan Eropa Tenggara dan Asia Barat Daya. Negara ini sebelumnya dikenal sebagai Soviet Azerbaijan atau Azerbaijan SSR. SSR Azerbaijan berganti nama pada 19 November 1990, menjadi Republik Azerbaijan dan tetap berada di Uni Soviet sampai kemerdekaan penuhnya pada tahun 1991.Setelah kemerdekaannya, Azerbaijan menjadi negara anggota Gerakan Non-Blok dan dipilih oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menjadi anggota Dewan Hak Asasi Manusia pada 9 Mei 2006.

10. Georgia

Republik Georgia berada di persimpangan Eropa Timur dan Asia Barat. Sebelumnya dikenal sebagai Soviet Georgia atau Georgia SSR.Pada 18 November 1989, wilayah tersebut mendeklarasikan kemerdekaannya dari Uni Soviet, dan pada 14 November 1990, berganti nama menjadi Republik Georgia. Setelah kemerdekaannya, negara ini berjuang dengan krisis ekonomi dan sipil hampir sepanjang tahun 1990-an.

11. Lituania

Republik Lithuania adalah satu di antara dari tiga Negara Baltik yang terletak di Eropa Utara. Negara ini ada sebagai republik Uni Soviet dari tahun 1940 hingga 1990 dan dikenal sebagai Soviet Lituania atau RSS Lituania.Soviet Lituania mendeklarasikan dirinya sebagai negara berdaulat pada 18 Mei 1989 dan meskipun pihak berwenang dari Uni Soviet menganggap tindakan tersebut ilegal, negara tersebut didirikan kembali dan dinyatakan sebagai negara merdeka.

12. Latvia

Republik Latvia adalah negara Baltik lainnya, yang terletak di Eropa Utara. Setelah runtuhnya Uni Soviet, negara tersebut memulihkan nama resminya sebagai Republik Latvia yang mencapai kemerdekaan penuh pada 21 Agustus 1991, dan sepenuhnya diakui sebagai negara merdeka pada 6 September 1991 oleh Uni Soviet. 

13. Estonia

Estonia adalah satu di antara dari tiga Negara Baltik di timur laut Eropa. Sebelumnya dikenal sebagai Republik Sosialis Soviet Estonia atau ESSR, wilayah ini adalah republik konstituen Uni Soviet.Pada tanggal 8 Mei 1990, ESSR berganti nama menjadi Republik Estonia dan kemerdekaannya diakui oleh Uni Soviet pada 6 September 1991.

14.  Moldova

Negara pecahan Uni Soviet ini merupakan satu di antara wilayah terkecil, berhimpitan dengan Rumania dan Ukraina.Moldova dinyatakan sebagai negara berdaulat pada 23 Juni 1990, tetapi secara resmi dikenal sebagai Republik Sosialis Soviet Moldova hingga 23 Mei 1991. Meski negara tersebut tetap menjadi republik konstituen Uni Soviet, namanya diubah menjadi Republik Moldova.

15. Armenia

Republik Armenia umumnya dikenal sebagai Soviet Armenia selama masa Uni Soviet. Setelah deklarasi kedaulatannya, nama negara berubah menjadi Republik Armenia, pada 23 Agustus 1990.Namun, Armenia tetap menjadi bagian dari Uni Soviet hingga 21 September 1991 ketika negara itu secara resmi diproklamasikan sebagai negara merdeka. Sejak kemerdekaannya, Armenia telah mengalami tingkat perkembangan yang signifikan.






                                              KASUS UKRAINA DAN RUSIA

Di tahun 191, Ukraina memberikan suara untuk memerdekakan diri dari Uni Soviet dalam sebuah referendum.Presiden Rusia Boris Yeltsin pada tahun itu, menyetujui hal tersebut. Selanjutnya Rusia, Ukraina dan Belarusia membentuk Commonwealth of Independent States (CIS).

Namun perpecahan terjadi. Ukraina menganggap bahwa CIS adalah upaya Rusia untuk mengendalikan negara-negara di bawah Kekaisaran Rusia dan Uni Soviet.

Pada Mei 1997, Rusia dan Ukraina menandatangani perjanjian persahabatan. Hal tersebut adalah upaya untuk menyelesaikan ketidaksepakatan.Rusia diizinkan untuk mempertahankan kepemilikan mayoritas kapal di armada Laut Hitam yang berbasis di Krimea Ukraina. Rusia pun harus membayar Ukraina biaya sewa karena menggunakan Pelabuhan Sevastopol.

pada 2013 hubungan Rusia dan Ukraina menegang karena kesepakatan politik dan perdagangan penting dengan Uni Eropa. Presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych, menolak perjanjian asosiasi dengan Uni Eropa demi hubungan yang lebih dekat dengan Moskow. Penolakan itu memicu gelombang protes massa hingga Viktor Yanukovych digulingkan dari jabatannya pada 2014.

Pada Maret 2014, Rusia mencaplok Krimea, sebuah semenanjung otonom di Ukraina selatan dengan loyalitas Rusia yang kuat. Pencaplokan itu dilakukan dengan dalih bahwa Rusia membela kepentingannya dan kepentingan warga negara yang berbahasa Rusia.

Hubungan Rusia dan Ukraina memanas lagi sejak 2014. Kala itu muncul revolusi menentang supremasi Rusia.Massa anti pemerintah berhasil melengserkan mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych. Kerusuhan bahkan sempat terjadi sebelum berdamai di 2015 dengan kesepakatan Minsk.Revolusi juga membuka keinginan Ukraina bergabung dengan Uni Eropa (UE) dan NATO. Ini, mengutip Al-Jazeera, membuat Putin marah karena prospek berdirinya pangkalan NATO di sebelah perbatasannya.Hal ini juga didukung makin eratnya hubungan sejumlah negara Eropa Timur dengan NATO. Sebut saja Polandia dan negara-negara Balkan.

Saat Yanukovych jatuh, Rusia menggunakan kekosongan kekuasaan untuk mencaplok Krimea di 2014. Rusia juga mendukung separatis di Ukraina timur, yakni Donetsk dan Luhansk, untuk menentang pemerintah Ukraina.Kala itu, ribuan tentara berbahasa Rusia membanjiri semenanjung Krimea. Dalam beberapa hari, Rusia selesai mencaplok Krimea di mana Ukraina dan sebagian besar dunia menyebutnya sebagai hal yang 'tidak sah'.

Pencaplokan di Semenanjung Krimea juga mendorong pecahnya pemberontakan separatis pro-Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk, di mana kedua wilayaha tersebut mendeklarasikan kemerdekaan dari Ukraina. Pemberontakan itu memicu pertempuran sengit selama berbulan-bulan.

Saat itu, Ukraina dan Barat menuduh Rusia mengirim pasukan dan senjatanya untuk mendukung pemberontak. Rusia membantahnya dan menuduh orang Rusia yang bergabung dengan separatis adalah sukarelawan.Dalam pertempuran dengan pemberontak separatis, lebih dari 14.000 orang tewas. Donbas, jantung industri di Timur Ukraina, hancur akibat pertempuran tersebut.

Pada 2015, Ukraina dan Rusia menandatangani kesepakatan damai di Minsk, yang ditengahi oleh Prancis dan Jerman. Meski begitu kesepakatan damai tercoreng dengan dilanggarnya gencatan senjata berulang kali.

Selain itu, pemicu perang Rusia-Ukraina lainnya terkait penolakan Rusia agar Ukraina tak bergabung dengan NATO.

Perang Rusia Ukraina juga dipicu oleh keinginan Ukraina untuk bergabung dengan North Atlantic Treaty Organization (NATO). Rusia pun menanggapinya dengan keras, di mana awal pendiriannya bertujuan melawan ancaman ekspansi Rusia pascaperang di Eropa.

Diketahui aliansi tersebut didirikan pada tahun 1949 dan telah berkembang ke 30 negara, termasuk bekas republik Soviet seperti Lituania, Estonia dan Latvia. Aliansi tersebut menyatakan bahwa jika satu negara diserang atau diserang oleh pihak ketiga, semua negara di NATO akan secara kolektif memobilisasi pertahanannya.

Rusia menuntut jaminan dari NATO bahwa Ukraina dan Georgia- bekas Republik Soviet lainnya yang sempat diinvasi Rusia pada 2008- tidak akan bergabung dengan aliansi tersebut. Pemerintahan Biden dan sekutu NATO mengatakan Putin tidak dapat membatasi hak Ukraina. Meski begitu hingga saat ini belum ada proses untuk memberikan keanggotaan NATO baik untuk Ukraina maupun Georgia.

Presiden Rusia Vladmir Putin sangat marah dengan prospek pangkalan NATO di sebelah perbatasannya dan menyebut bergabungnya Ukraina dengan aliansi transatlantik pimpinan AS itu akan menandai perlintasan 'garis merah' antar keduanya.

Moskow melihat meningkatnya dukungan untuk Ukraina dari NATO -- dalam hal persenjataan, pelatihan dan personel -- sebagai ancaman bagi keamanannya sendiri. Moskow juga menuduh Ukraina meningkatkan jumlah pasukannya sendiri dalam persiapan untuk upaya merebut kembali wilayah Donbas, yang dibantah Ukraina.

Putin juga pernah menyerukan perjanjian hukum khusus yang akan mengesampingkan ekspansi NATO lebih lanjut ke arah timur menuju perbatasan Rusia. Putin menambahkan bahwa NATO yang mengerahkan senjata canggih di Ukraina, seperti sistem rudal, akan melewati "garis merah" bagi Rusia, di tengah kekhawatiran Moskow bahwa Ukraina semakin dipersenjatai oleh kekuatan NATO.

Ukraina pun dengan tegas menolak larangan Rusia soal keinginan bergabung dengan NATO.Pemerintah Ukraina dengan tegas mengatakan Rusia tidak memiliki hak mencegah negara tersebut membangun hubungan yang lebih dekat dengan NATO, jika mau.

"Rusia tidak dapat menghentikan Ukraina untuk semakin dekat dengan NATO dan tidak memiliki hak untuk berbicara dalam diskusi yang relevan," kata Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan kepada CNN, sebagai tanggapan atas seruan Rusia agar NATO menghentikan ekspansi ke arah timur."Setiap proposal Rusia untuk membahas dengan NATO atau AS apa pun yang disebut jaminan bahwa aliansi (NATO) tidak akan berkembang ke Timur adalah tidak sah," tambahnya.

Ukraina menegaskan Rusia sedang berusaha untuk mengacaukan negara mereka, di mana Presiden Volodymyr Zelensky, baru-baru ini mengatakan plot kudeta, yang melibatkan Ukraina dan Rusia, telah terungkap.Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba memperingatkan bahwa kudeta yang direncanakan dapat menjadi bagian dari rencana Rusia menjelang invasi militer.

Belakangan pemicu perang Rusia-Ukraina kembali disorot. Citra satelit menunjukkan penumpukan pasukan baru Rusia di perbatasan Rusia. Pada November 2021, citra satelit memperlihatkan penumpukan pasukan baru Rusia di perbatasan dengan Ukraina. Ukraina menyebut Rusia telah memobilisasi 100.000 tentara bersama dengan tank dan perangkat keras militer lainnya.

Kemudian pada 7 Desember 2021, Presiden AS Joe Biden memperingatkan Rusia tentang sanksi ekonomi dari Barat jika menyerang Ukraina. Selang 10 hari kemudian, Rusia mengajukan tuntutan keamanan yang terperinci kepada Barat, termasuk bahwa NATO menghentikan semua aktivitas militer di Eropa timur dan Ukraina. Rusia juga meminta NATO untuk tidak pernah menerima Ukraina atau negara-negara bekas Soviet lainnya sebagai anggota.

Pada 10 Januari 2022, pejabat AS dan Rusia bertemu di Jenewa untuk pembicaraan diplomatik namun gagal. Rusia mengulangi tuntutan keamanan yang menurut AS tidak dapat diterima. Selang dua pekan kemudian, NATO menempatkan pasukan dalam keadaan siaga dan memperkuat kehadiran militernya di Eropa Timur dengan lebih banyak kapal dan jet tempur. Beberapa negara Barat mulai mengevakuasi staf kedutaan dari Kiev.

Kemudian tanggal 26 Januari 2022, Washington memberikan tanggapan tertulis terhadap tuntutan keamanan Rusia, mengulangi komitmen terhadap kebijakan "pintu terbuka" NATO sambil menawarkan "evaluasi yang berprinsip dan pragmatis" atas keprihatinan Moskow. Peringatan soal invasi Rusia pun disampaikan berulang kali meski sempat meleset dari perkiraan.

                                        PERANG RUSIA-UKRAINA DIMULAI!

Tepat hari ini, 24 Februari 2022 perang telah dimulai. Suara-suara ledakan terdengar di sejumlah tempat di Ukraina.

Suara-suara ledakan terdengar pada Kamis pagi waktu setempat di Kiev, ibu kota Ukraina dan kota pelabuhan Mariupol, tak lama setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi untuk "demiliterisasi" negara itu.Ledakan juga terjadi di Kharkiv, kota terbesar kedua di Ukraina, yang terletak 35 kilometer (20 mil) selatan perbatasan Rusia dan di luar zona timur di mana pasukan Ukraina telah memerangi pemberontak yang didukung Moskow sejak 2014.

Putin memperingatkan akan ada konsekuensi berat bagi negara-negara lain yang ikut campur dalam perang tersebut."Setiap upaya untuk campur tangan akan mengarah pada konsekuensi yang belum pernah Anda lihat," kata Putin.

                                                NEGARA YANG MENDUKUNG UKRAINA 


Beberapa negara yang mengecam dan menjatuhkan sanksi kepada Rusia atas serangan terhadap Ukraina, di antaranya: 


1. Amerika Serikat 

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden segera menyatakan sikap sesaat setelah serangan Rusia terhadap Ukraina. Dia menyebut, serangan Rusia tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan. Dilansir dari India Today, Kamis (25/2/2022), ia berjanji bahwa Amerika dan sekutunya akan meminta pertanggungjawaban terhadap Rusia atas serangan yang dilakukannya. Sebelumnya, AS menolak permintaan Rusia agar Ukraina tidak menjadi anggota NATO. Sebagai anggota NATO terkuat, AS memegang kunci mengenai tindakan apa yang akan terjadi kedepannya. Bahkan, Amerika juga dikabarkan telah mengirimkan senjata dan pasukannya ke lingkungan Kyiv. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah adanya konsekuensi yang parah akibat serangan Rusia ke Ukraina.

 2. Inggris 

Dilansir dari Aljazeera, Kamis (24/2/2022), Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengaku, terkejut atas tindak serangan Rusia ke Ukraina. Kendati demikian, ia telah berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk membahas langkah selanjutnya. "Presiden Putin telah memilih jalan pertumpahan darah dan kehancuran dengan meluncurkan serangan tak beralasan ini terhadap Ukraina," kata dia di akun Twitter-nya, Kamis (24/2/2022). Dalam pidato disampaikannya, Boris Johnson mengatakan akan menjatuhkan sanksi besar-besaran untuk menghambat ekonomi Rusia. "Hari ini, bersama dengan sekutu kami, kami akan menyetujui paket besar sanksi ekonomi yang dirancang pada waktunya untuk menghambat ekonomi Rusia," ujarnya. 

3. Uni Eropa 

Kepala Uni Eropa Ursula von der Leyen mengecam serangan Rusia terhadap Ukraina dan berjanji meminta pertanggungjawaban negara itu. "Kami sangat mengutuk serangan Rusia yang tidak dapat dibenarkan terhadap Ukraina. Di masa-masa gelap ini, pikiran kami bersama Ukraina dan wanita, pria, dan anak-anak yang tidak bersalah saat mereka menghadapi serangan dan ketakutan yang tidak beralasan ini untuk hidup mereka," tulis Ursula von der Leyen di aku twitter resminya, Kamis (24/2/2022). "Kami akan meminta pertanggungjawaban Kremlin," imbuhnya

4. Jerman 

Setelah invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina, Jerman segera menghentikan pekerjaan satu pipa minyak yang menghubungkan Rusia ke Jerman. Keputusan tersebut dipertimbangkan, lantaran serangan Rusia mempunyai dampak yang meluas, terutama di bidang ekonomi. Jerman meletakkan ketergantungan ekonomi terbesar Eropa kepada gas Rusia. Sebelumnya, ekonomi terbesar Eropa telah memperluas hubungan perdagangan dan energi dengan Moskow dalam beberapa tahun terakhir. 

5. Italia 

Perdana Menteri Mario Draghi mengutuk keras serangan Rusia terhadap Ukraina. Ia menyebut serangan tersebut tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, Italia menyatakan mendukung Ukraina dan akan bekerjasama dengan sekutu Eropa di NATO untuk memberikan sanksi kepada Rusia. Mario Draghi juga telah meminta Rusia untuk menarik pasukannya dari Ukraina dan mengakhiri serangan yang dilakukan. "Italia berdiri di antara rakyat dan institusi Ukraina pada saat dramatis ini," kata Mario Draghi, dilansir dari Aljazeer, Kamis (24/2/2022). "Kami bekerja dengan sekutu Eropa dan NATO kami untuk segera merespons, dengan persatuan dan tekad,” imbuhnya.

 6. Perancis 

Presiden Emmanuel Macron menyatakan dukungan Prancis kepada Ukraina. Emmanuel Macron mengatakan akan berdiri di sisi Ukraina dan memperingatkan bahwa serangan yang dilakukan Rusia akan memiliki konsekuensi serius. "Kami akan menanggapi tanpa kelemahan terhadap tindakan perang ini, dengan tenang, tekad dan persatuan," kata Macron. Baca juga: Menlu Rusia dan China Bertemu Bahas Situasi Ukraina 

7. Australia 

Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan, sanksi terhadap Rusia akan menjadi undang-undang sejak hari Jumat tetapi tidak akan berlaku sampai akhir Maret. "Peluang bagi bisnis yang memiliki operasi dan kepentingan bisnis yang sangat sah di Rusia dan di wilayah Ukraina yang terkena dampak untuk dapat membuat perubahan pada pengaturan mereka," ujarnya, dikutip dari Aljazeera Kamis (24/2/2022). Dia menambahkan, tindakan tersebut merupakan balasan untuk serangan dan ancaman yang dilakukan oleh Rusia ke Ukraina karena tidak beralasan serta melanggar hukum. "Alasan kami melakukan ini adalah harus ada harga untuk serangan dan ancaman dan intimidasi yang tidak beralasan, melanggar hukum, tidak beralasan, tidak dapat dibenarkan dan intimidasi yang telah diberlakukan oleh Rusia terhadap Ukraina. Ini tidak bisa menjadi tindakan bebas konsekuensi oleh Vladimir Putin dan rezim Rusia," imbuhnya. 

8. Jepang 

Jepang juga mengecam serangan yang dilakukan Rusia ke Ukraina. Melaui keterangan yang disampaikan oleh Perdana Menteri Fumio Kishida, Jepang mengutuk tindakan militer Rusia dan akan merespons dengan cepat bersama dengan AS dan sekutu lainnya. "Invasi Rusia ini berdiri untuk menempatkan pada risiko prinsip dasar tatanan internasional yang melarang tindakan kekuatan sepihak dalam upaya untuk mengubah status quo. Kami sangat mengutuk Rusia, dan kami akan merespons dengan cepat bekerja sama dengan AS dan negara-negara Barat lainnya," ujar Kishida dilansir dari Aljazeera Kamis (24/2/2022).

 9. Korea Selatan 

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan Korea Selatan akan bergabung dalam sanksi ekonomi multilateral kepada Rusia sebagai tanggapan atas operasi militernya di Ukraina. Penyataan tersebut disampaikan Moon Jae-in pada pertemuan Dewan Keamanan Nasional bahwa kedaulatan, wilayah, dan kemerdekaan Ukraina harus dihormati 10. Bulgaria, Rumania, dan Estonia Bulgaria, Rumania, Estonia, Latvia, Lithuania, Slovakia, dan Slovenia yang merupakan bagian dari Uni Soviet dan menjadi anggota NATO pada tahun 2004 secara alami menentang tindakan Rusia di Ukraina.


                                  NEGARA YANG BERADA DI PIHAK RUSIA 


Beberapa negara telah menyatakan dukungan kepada Rusia setelah Vladimir Putin mengumumkan rencana untuk menyerang Ukraina. Bahkan beberapa negara tersebut juga mendukung tindakan Vladimir Putin yang mengakui kemerdekaan dua wilayah separatis pro-Rusia, yaitu Donetsk dan Luhansk. Berikut beberapa negara yang dimaksud: 

1. Kuba 

Negara Kuba bergabung dengan Vladimir Putin dalam mengakui Donetsk dan Luhansk. Sebelumnya, separatis yang didukung Moskow telah menguasai wilayah Ukraina tenggara yaitu, Donetsk dan Luhansk selama hampir delapan tahun. Kendati demikian, dilansir dari Aljazera, Selasa (22/2/2022), Vladimir Putin baru mengakui mereka pada Senin (21/2/2022) dan membuka jalan secara resmi bagi pasukan Rusia di daerah yang dikuasai pemberontak dan menempati sekitar sepertiga dari Donetsk dan Luhansk. 

2. Suriah 

Menyusul pengakuan Vladimir Putin atas Donetsk dan Luhansk yang memisahkan diri di Ukraina Timur, pemerintah Suriah dan Yaman yang dipimpin oleh Houthi secara de facto telah menyatakan dukungan mereka terhadap deklarasi kemerdekaan dua wilayah tersebut. Dilansir dari Middle East Monitor, Selasa (22/2/2022), Menteri Luar Negeri Faisal Mekdad mengatakan, pihaknya telah bekerja sama dengan Donetsk dan Luhansk. "Kami telah bekerja sama dengan republik Donetsk dan Luhansk untuk waktu yang lama, dan kami percaya bahwa kondisi saat ini akan membantu meningkatkan kerja sama ini,” ujarnya. "Selama lebih dari sebelas tahun, Suriah telah mengalami perang teroris yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan tentu saja semua orang tahu bahwa kami telah mencapai kemenangan lapangan penting atas terorisme berkat angkatan bersenjata kami dan dukungan dari sekutu dan teman-teman, yang dipimpin oleh Rusia," imbuhnya. 

Presiden Suriah Bashar Al-Assad menyatakan dukungan pada Presiden Rusia Vladimir Putin dalam perang Rusia vs Ukraina.Dilansir dari Al Jazeera pada Jumat (25/2/2022), Bashar Al-Assad telah menelpon Putin untuk menyatakan dukungannya terhadap operasi militer khusus di Ukraina.Bashar Al-Assad menekankan bahwa Suriah mendukung Rusia berdasarkan keyakinan akan kebenaran posisinya.Selain itu pemerintah suriah juga mendukung keputusan Putin untuk mengakui dua wilayah Ukraina yang memerdekakan diri.

3. Nikaragua 

Presiden Nikaragua Daniel Ortega menjadi salah satu pemimpin dunia pertama yang mendukung sikap Rusia atas Ukraina pada hari Senin (21/2/2022). Dilansir dari Reuters, Senin (21/2/2022), Daniel Ortega mengatakan bahwa tundakan Presiden Vladimir Putin mengakui kemerdekaan dua wilayah Donetsk dan Luhansk yang dikendalikan oleh separatis yang didukung Moskow adalah tepat. "Saya yakin bahwa jika mereka melakukan referendum seperti yang dilakukan di Krimea, orang akan memilih untuk mencaplok wilayah ke Rusia," kata Daniel Ortega.

 4. Venezuela 

Presiden Venezuela Nicolas Maduro menyatakan dukungan penuh kepada Rusia dalam menghadapi sikap agresif yang diambil oleh Amerika Serikat, Uni Eropa (UE), dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Dukungan tersebut disampaikan pada hari Selasa, (22/2/2022). "Venezuela mengumumkan semua dukungannya untuk Presiden Vladimir Putin dalam membela perdamaian di Rusia, rakyatnya, dan tanah airnya. Semua dukungan kami untuk Presiden Putin!,” kata Nicolas Maduro, dikutip dari TeleSUR, Rabu (23/2/2022). "Perdamaian Rusia adalah perdamaian dunia dan kami akan mempertahankannya. Rusia dan semua orang di dunia harus dihormati,” imbuhnya. Hingga saat ini, keempat negara tersebut telah menyatakan dukungan kepada Vladimir Putin dalam mengakui kemerdekaan dua wilayah separatis pro-Rusia. 

6.Enam negara yang membentuk CSTO 

(Rusia, Armenia, Belarusia, Kazakhstan, Kirgistan, dan Tajikistan) kemungkinan besar akan saling membela. Di luar Rusia, berarti ada lima negara. Sisanya ada sejumlah negara yang memiliki hubungan dekat dan utang budi dengan Negeri Beruang Merah tersebut.

Berikut ini daftar selengkapnya:

Armenia (Anggota CSTO)

Belarusia (Anggota CSTO)

Kazakhstan (Anggota CSTO)

Kirgistan (Anggota CSTO)

Tajikistan (Anggota CSTO)

Azerbaijan (non-CSTO dari kawasan Kaukasus) 

Iran

China 

Korea Utara

Kuba.

By. Von Edison Alouisci


Posting Komentar

0 Komentar

Top Post Ad

Below Post Ad