Type Here to Get Search Results !

AKIDAH ASLI IMAM MADZAB

0

.

Oleh Von Edison Alouisci

.

.

Tulisan ini Merinci akidah asli imam madzab sebenarnya karena sering kita baca kaum wahabi mengaku ngaku bahwa akidah imam madzab sama dengan mereka yakni menentukan arah dan tempat,ruang yg pada akhirnya penyerupaan bagi Allah (jisim).

.

Uraian ini juga menjawab beberapa FITNAH KAUM WAHABI terhadap imam madzab dalam akidah.

.

Berikut penjelasanya :

.

.

1. AKIDAH ASLI IMAM SAFII.

Mari kita lihat qaul-qaul imam Syafi’i yang kami nukil

dari kitab-kitab yang mu’tabar dan dari riwayat-riwayat yang tsiqoh(terpercaya) :

.

1. Ketika imam Syafi’I ditanya tentang makna ISTAWA dalam al-Quran beliau menjawab :

.

“ ﺀﺍﻣﻨﺖ ﺑﻼ ﺗﺸﺒﻴﻪ ﻭﺻﺪﻗﺖ ﺑﻼ ﺗﻤﺜﻴﻞ ﻭﺍﺗﻬﻤﺖ ﻧﻔﺴﻲ ﻓﻲ ﺍﻹﺩﺭﺍﻙ ﻭﺃﻣﺴﻜﺖ ﻋﻦﺍﻟﺨﻮﺽ ﻓﻴﻪ ﻛﻞ ﺍﻹﻣﺴﺎﻙ ” ﺫﻛﺮﻩ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﺍﻟﺮﻓﺎﻋﻲ ﻓﻲ

‏( ﺍﻟﺒﺮﻫﺎﻥ ﺍﻟﻤﺆﻳﺪ ‏) ‏( ﺹ 24 ‏) ﻭﺍﻹﻣﺎﻡ ﺗﻘﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ

ﺍﻟﺤﺼﻨﻲ ﻓﻲ ‏( ﺩﻓﻊ ﺷﺒﻪ ﻣﻦ ﺷﺒﻪ ﻭﺗﻤﺮﺩ ‏) ‏( ﺹ 18 ‏) ﻭﻏﻴﺮﻫﻤﺎ ﻛﺜﻴﺮ .

“ Aku mengimani istiwa Allah tanpa memberi penyerupaan dan aku membenarkannya tanpa

melakukan percontohan, dan aku mengkhawatirkan nafsuku di dalam memahaminya dan aku mencegah diriku dari memperdalam persoalan ini dengan sebenar-benarnya pencegahan “

.

Ini telah disebutkan oleh imam Ahmad Ar-Rifa’i di dalam kitab “ Al-Burhan Al-Muayyad “ (Bukti yang kuat) halaman ; 24.

.

Juga telah disebutkan oleh imam Taqiyyuddin Al- Hishni di dalam kitab Daf’u syibhi man syabbaha wa tamarrada halaman : 18. Di dalam kitab ini juga pada

halaman ke 56 disebutkan bahwa imam Syafi’I berkata

.

:

ﺀﺍﻣﻨﺖ ﺑﻤﺎ ﺟﺎﺀ ﻋﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺮﺍﺩ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺑﻤﺎ ﺟﺎﺀ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺮﺍﺩ ﺭﺳﻮﻝ

ﺍﻟﻠﻪ

“ Aku beriman dengan apa yang datang dari Allah Swt sesuai maksud Allah Swt, dan beriman dengan apa yang datang dari Rasulullah Saw menurut maksud

Rasulullah Saw “.

.

Syaikh Salamah Al-Azaami dan lainnya mengomentari ucapan imam syafi’I tsb :

.

ﻭﻣﻌﻨﺎﻩ ﻻ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻗﺪ ﺗﺬﻫﺐ ﺇﻟﻴﻪ ﺍﻷﻭﻫﺎﻡ ﻭﺍﻟﻈﻨﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻌﺎﻧﻲ ﺍﻟﺤﺴﻴﺔ ﻭﺍﻟﺠﺴﻤﻴﺔﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﺗﺠﻮﺯ ﻓﻲ ﺣﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ .

.

“ Maknanya adalah bukan seperti yang terlitas oleh pikiran dan persangkaan dari makna fisik dan jisim yang tidak boleh bagi haq Allah Swt “

.

Dan masih banyak lagi yang lainnya.

.

2. Ketika imam Syafi’i ditanya tentang sifat Allah Swt, beliau menjawab :

.

ﺣﺮﺍﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﻘﻮﻝ ﺃﻥ ﺗﻤﺜﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻷﻭﻫﺎﻡ ﺃﻥ ﺗﺤﺪ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻈﻨﻮﻥ ﺃﻥﺗﻘﻄﻊ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﻔﻮﺱ ﺃﻥ ﺗﻔﻜﺮ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻀﻤﺎﺋﺮ ﺃﻥ ﺗﻌﻤﻖ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﺨﻮﺍﻃﺮ ﺃﻥ ﺗﺤﻴﻂ ﺇﻻﻣﺎ ﻭﺻﻒ ﺑﻪ ﻧﻔﺴﻪ – ﺃﻱ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻟﺴﺎﻥ ﻧﺒﻴﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ –

ﺫﻛﺮﻩ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﺑﻦ ﺟﻬﺒﻞ ﻓﻲ ﺭﺳﺎﻟﺘﻪ ﺍﻧﻈﺮ ﻃﺒﻘﺎﺕ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﺍﻟﻜﺒﺮﻯ ﺝ 9/40 ﻓﻲﻧﻔﻲ ﺍﻟﺠﻬﺔ ﻋﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺘﻲ ﺭﺩ ﻓﻴﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ .

.

“Haram bagi akal membuat perumpamaan, Haram bagi pemikiran membuat batasan, dan haram bagi prasangka untuk membuat statemen, dan Haram juga bagi Jiwa untuk memikirkan (Dzat, perbuatan dan sifat-sifat) Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan haram bagi hati untuk memperdalam, dan Haram bagi

lintasan-lintasan hati untuk meliputi, kecuali apa yang telah Allah sifati sendiri atas lisan nabi-Nya Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam”

.

(Telah disebutkan oleh syaikh Ibnu Jahbal di dalam Risalahnya, lihatlah Thabaqat Asy Syafi’iyyah Al- Kubra juz : 9 halaman : 40 tentang menafikan arah dari Allah Swt sebagai bantahan atas Ibnu Taimiyyah)

.

3. Di dalam kitab Ittihaafus saadatil muttaqin juz : 2

halaman ; 24, imam Syafi’I berkata :

.

ﺇﻧﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻛﺎﻥ ﻭﻻ ﻣﻜﺎﻥ ﻓﺨﻠﻖ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ ﻭﻫﻮ ﻋﻠﻰ ﺻﻔﺔ ﺍﻷﺯﻟﻴﺔ ﻛﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻗﺒﻞ ﺧﻠﻘﻪﺍﻟﻤﻜﺎﻥَ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺘﻐﻴﻴﺮُ ﻓﻲ ﺫﺍﺗﻪ ﻭﻻ ﺍﻟﺘﺒﺪﻳﻞ ﻓﻲ ﺻﻔﺎﺗﻪ ”

.

“ Sesungguhnya Allah Ta’ala ada dan tanpa tempat, lalu Allah menciptakan tempat dan Allah senantiasa dalam shifat ‘AzaliNya (tidak berubah) sebagaimana wujud-Nya sebelum menciptakan tempat. Mustahil bagi Allah perubahan di dalam Dzat-Nya dan juga

perpindahan di dalam sifat-sifat-Nya”

.

4. Di dalam kitab Syarh Al-Fiqhu Al-Akbar halaman : 52, imam Syafi’I berkata yang merupakan keseluruhan pendapat beliau tentang Tauhid :

.

ﻣﻦ ﺍﻧﺘﻬﺾ ﻟﻤﻌﺮﻓﺔ ﻣﺪﺑﺮﻩ ﻓﺎﻧﺘﻬﻰ ﺇﻟﻰ ﻣﻮﺟﻮﺩ ﻳﻨﺘﻬﻲ ﺇﻟﻴﻪ ﻓﻜﺮﻩ ﻓﻬﻮ ﻣﺸﺒﻪ ﻭﺇﻥﺍﻃﻤﺄﻥ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻌﺪﻡ ﺍﻟﺼﺮﻑ ﻓﻬﻮ ﻣﻌﻄﻞ ﻭﺇﻥ ﺍﻃﻤﺄﻥ ﻟﻤﻮﺟﻮﺩ ﻭﺍﻋﺘﺮﻑ ﺑﺎﻟﻌﺠﺰ ﻋﻦﺇﺩﺭﺍﻛﻪ ﻓﻬﻮ ﻣﻮﺣﺪ

.

“ Barangsiapa yang berantusias untuk mengetahui Allah Sang Maha Pengatur-Nya hingga pikirannya sampai pada hal yang wujud, maka ia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan

makhluq). Dan jika ia merasa tenang dengan suatu hal yang tiada, maka ia adalah mu’aththil (meniadakan sifat Allah Swt). Dan jika ia merasa tenang pada

kewujudan Allah Swt dan mengakui ketidak mampuan

untuk memahaminya, maka ia adalah MUWAHHID (orang yang mengesakan Allah Swt) “

.

Sungguh imam Syafi’I begitu jeli dan luas pemahamannya akan hal ini, beliau sungguh telah

mengambil dari ayat-ayat Allah Swt dalam Al-Quran :

.

- } ﻟَﻴْﺲَ ﻛَﻤِﺜْﻠِﻪِ ﺷَﻰﺀٌ } ‏[ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺸﻮﺭﻯ ]

“ Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah “

- ﻓَﻼَ ﺗَﻀْﺮِﺑُﻮﺍْ ﻟِﻠّﻪِ ﺍﻷَﻣْﺜَﺎﻝَ } ‏[ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﺤﻞ ]

“ Janganlah kalian membuat perumpamaan- perumpamaan bagi Allah Swt “

- }: ﻫَﻞْ ﺗَﻌْﻠَﻢُ ﻟَﻪُ ﺳَﻤِﻴًّﺎ } ‏[ ﺳﻮﺭﺓ ﻣﺮﻳﻢ ]

“ Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia ? “

.

Semua ini membuktikan bahwa imam Syafi’I Ra mensucikan Allah Swt dan sifat-sifat-Nya dari apa yang terlintas dalam pikiran berupa makna-makna

jisim / fisik seperti duduk, dibatasi dengan arah, tempat, gerakan dan diam serta yang semisalnya dan inilah aqidah Ahlus sunnah wal jama’ah.

Ketika imam Syafi’I ditanya tentang makna ISTAWA

dalam Al-Quran beliau menjawab

. :

“ ﺀﺍﻣﻨﺖ ﺑﻼ ﺗﺸﺒﻴﻪ ﻭﺻﺪﻗﺖ ﺑﻼ ﺗﻤﺜﻴﻞ ﻭﺍﺗﻬﻤﺖ ﻧﻔﺴﻲ ﻓﻲ ﺍﻹﺩﺭﺍﻙ ﻭﺃﻣﺴﻜﺖﻋﻦﺍﻟﺨﻮﺽ ﻓﻴﻪ ﻛﻞ ﺍﻹﻣﺴﺎﻙ ” ﺫﻛﺮﻩ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﺍﻟﺮﻓﺎﻋﻲ ﻓﻲ

‏( ﺍﻟﺒﺮﻫﺎﻥ ﺍﻟﻤﺆﻳﺪ ‏) ‏( ﺹ 24 ‏) ﻭﺍﻹﻣﺎﻡﺗﻘﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻟﺤﺼﻨﻲ ﻓﻲ ‏( ﺩﻓﻊ ﺷﺒﻪ ﻣﻦﺷﺒﻪ ﻭﺗﻤﺮﺩ ‏) ‏( ﺹ 18 ‏) ﻭﻏﻴﺮﻫﻤﺎ ﻛﺜﻴﺮ .

.

“ Aku mengimani istiwa Allah tanpa memberi penyerupaan dan aku membenarkannya tanpa

melakukan percontohan, dan aku mengkhawatirkan nafsuku dalam memahaminya dan aku

mencegah diriku dari memperdalam persoalan ini

dengan sebenar-benarnya pencegahan “

.

Ini telah disebutkan oleh imam Ahmad Ar-Rifa’i di dalam kitab “Al-Burhan Al-Muayyad “ halaman ; 24

.

‏( ﻓﺼﻞ ‏) ﻭَﺍﻋْﻠَﻤُﻮْﺍ ﺃﻥّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻻَﻣَﻜَﺎﻥَ ﻟَﻪُ، ﻭَﺍﻟﺪّﻟِﻴْﻞُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻫُﻮَ ﺃﻥّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻛَﺎﻥَﻭَﻻَ ﻣَﻜَﺎﻥَ ﻓَﺨَﻠَﻖَ ﺍﻟْﻤَﻜَﺎﻥَ ﻭَﻫُﻮَ ﻋَﻠَﻰ ﺻِﻔَﺔِ ﺍﻷﺯَﻟِﻴّﺔِ ﻛَﻤَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻗَﺒْﻞَ ﺧَﻠْﻘِﻪِ ﺍﻟْﻤَﻜَﺎﻥَ ﻻَ ﻳَﺠُﻮْﺯُﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺘَّﻐَﻴُّﺮُ ﻓِﻲ ﺫَﺍﺗِﻪِِ ﻭَﻻَ ﺍﻟﺘَّﺒَﺪُّﻝُ ﻓِﻲ ﺻِﻔَﺎﺗِﻪِ، ﻭَﻷﻥّ ﻣَﻦْ ﻟَﻪُ ﻣَﻜَﺎﻥٌ ﻓَﻠَﻪُ ﺗَﺤْﺖٌ، ﻭَﻣَﻦْ ﻟَﻪُﺗَﺤْﺖٌ ﻳَﻜُﻮْﻥُ ﻣُﺘَﻨَﺎﻫِﻲ ﺍﻟﺬّﺍﺕِ ﻣَﺤْﺪُﻭْﺩًﺍ،ﻭَﺍ

ﻟْﻤَﺤْﺪُﻭْﺩُﻣَﺨٌﻕْﻮُﻠْ،ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻦْ ﺫﻟِﻚَ ﻋُﻠُﻮّﺍﻛَﺒِﻴْﺮًﺍ ،ﻭﻟِﻬﺬَﺍ ﺍﻟْﻤَﻌْﻨَﻰ ﺍﺳْﺘَﺤَﺎﻝَ ﻋَﻠﻴْﻪ ﺍﻟﺰّﻭْﺟَﺔُ ﻭَﺍﻟﻮَﻟﺪُ،ﻷﻥّ ﺫﻟِﻚ ﻻَ ﻳَﺘِﻢّ ﺇﻻّﺑﺎﻟْﻤُﺒَﺎﺷَﺮِﺓَ

ﻭﺍﻻﺗّﺼَﺎﻝِ ﻭﺍﻻﻧْﻔِﺼَﺎﻝ .

.

Ketahuilah bahwa Allah tidak bertempat. Argumentasi atas ini ialah bahwa Dia ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Maka setelah menciptakan tempat Dia tetap pada sifat-Nya yang azali sebelum Dia

menciptakan tempat; yaitu ada tanpa tempat. Tidak boleh pada hak Allah adanya perubahan, baik perubahan pada Dzat-Nya maupun pada sifat-sifat-Nya Karena sesuatu yang memiliki tempat maka ia pasti memiliki arah bawah. Dan bila demikian maka ia pasti memiliki bentuk tubuh dan batasan. Dan sesuatu

yang memiliki batasan pasti sebagai makhluk, dan Allah maha suci dari pada itu semua. Karena itu mustahil pada haknya terdapat istri dan anak.

Sebab hal semacam itu tidak akan terjadi kecuali dengan adanya sentuhan, menempel dan terpisah.

.

Allah mustahil pada-Nya ,sifat terbagi-bagi dan terpisah-pisah.

Tidak boleh dibayangkan dari Allah adanya sifat menempel dan berpisah. Oleh sebab itu adanya

istilah suami,istri dan anak pada hak Allah adalah sesuatu yang mustahil (al-Kaukab al-Azhar Syarh al-Fiqh al-Akbar, h.13)

.

FITNAH WAHABI ATAS AKIDAH IMAM SAFII

.

Wahabi bukan ahlu sunnah karna berdusta dengan menyandarkan perkataan dari Imam Syafi,i

.

” ﺭﻭﻯ ﺷﻴﺦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺃﺑﻮ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﺍﻟﻬﻜﺎﺭﻱ ، ﻭﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺃﺑﻮ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﻤﻘﺪﺳﻲ ﺑﺈﺳﻨﺎﺩﻫﻢﺇﻟﻰ ﺃﺑﻲ ﺛﻮﺭ ﻭﺃﺑﻲ ﺷﻌﻴﺐ ﻛﻼﻫﻤﺎ ﻋﻦ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺇﺩﺭﻳﺲ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻧﺎﺻﺮﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﻝ : ﺍﻟﻘﻮﻝ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺃﻧﺎ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﺭﺃﻳﺖ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺃﻫﻞﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺭﺃﻳﺘﻬﻢ ﻭﺃﺧﺬﺕ ﻋﻨﻬﻢ ﻣﺜﻞ ﺳﻔﻴﺎﻥ ﻭﻣﺎﻟﻚ ﻭﻏﻴﺮﻫﻤﺎ ﺍﻻﻗﺮﺍﺭ ﺑﺎﻟﺸﻬﺎﺩﺓ ﺃﻥﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺃﻥ ﻣﺤﻤﺪﺍ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ، ﻭﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻠﻰ ﻋﺮﺷﻪ ﻓﻲ ﺳﻤﺎﺋﻪ

ﻳﻘﺮﺏ ﻣﻦ ﺧﻠﻘﻪ ﻛﻴﻒ ﺷﺎﺀ ﻭﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻨﺰﻝ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻛﻴﻒ ﺷﺎﺀ “

.

“ Syaikhul Islam Abu Hasan Al-Hakary meriwayatkandan Al-Hafidz Abu Muhammad Al-Muqoddasi denganisnad mereka kepada Abu Tsaur dan Abu Syu’aib,keduanya dari imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I,

Nashirul hadits Rh, beliau berkata “ Pendapat didalam sunnah yang aku pegang dan juga para sahabatku dari Ahli hadits yang telah aku saksikan

dan aku ambil dari mereka seperti Sufyan, Malik dan

selain keduanya adalah pengakuan dengan syahadah

bahwa tiada Tuhan selain Allah Swt, Muhammad adalah utusan Allah dan sesungguhnya Allah Swt di atas Arsy-Nya di dalam langit-Nya yang mendekat

kepada makhluk-Nya kapan saja DIA kehendaki, dan sesungguhnya Allah turun ke langit dunia kapan saja

DIA kehendaki “.

.

Lihat kitab FITNAH WAHABI

Mukhtashar Al-‘uluw halaman : 176)

.

Sekarang mari kita Perhatikan Perkataan diatas dari sisi sanadnya:

.

1. Al-Imam Al-Hafidz Adz-Dzahaby di dalam kitabnya

MIZAN AL-I’TIDAL juz : 3 halaman : 112 berkata :

.

ﺃﺑﻲ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﺍﻟﻬﻜﺎﺭﻱ : ﺃﺣﺪ ﺍﻟﻜﺬﺍﺑﻴﻦ ﺍﻟﻮﺿﺎﻋﻴﻦ

.

“ Abu Al-Hasan Al-Hakkari adalah salah satu orang yang suka berdusta dan sering memalsukan ucapan “

.

2. Abul Al-Qosim bin Asakir juga berkata :

.

ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺍﻟﻘﺎﺳﻢ ﺑﻦ ﻋﺴﺎﻛﺮ : ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻣﻮﺛﻮﻗﺎً ﺑﻪ

.

“ Dia (Abu Al-Hasan) orang yang tidak dapat dipercaya “

.

3. Ibnu Najjar berkata :

.

ﻭﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻨﺠﺎﺭ : ﻣﺘﻬﻢﺑﻮﺿﻊﺍﻟﺤﺪﻳﺚﻭﺗﺮﻛﻴﺐﺍﻷﺳﺎﻧﻴﺪ

.

“ Dia dicurigai memalsukan hadits dan menyusun- nyusun sanad “

.

4. Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitab LISAN AL- MIZAN juz : 4 halaman : 159 berkata :

.

ﻭﻛﺎﻥ ﺍﻟﻐﺎﻟﺐ ﻋﻠﻰ ﺣﺪﻳﺜﻪ ﺍﻟﻐﺮﺍﺋﺐ ﻭﺍﻟﻤﻨﻜﺮﺍﺕ ، ﻭﻓﻲ ﺣﺪﻳﺜﻪ ﺃﺷﻴﺎﺀ ﻣﻮﺿﻮﻋﺔ

.

“ Kebanyakan hadits yang diriwayatkannya adalah gharib(langka) dan mungkar dan juga terdapat hadits- hadits palsunya “.

.

5. Ibrahim bin Muhammad Ibn Sibth bin Al-Ajami di di dalam kitabnya Al-Kasyfu Al-Hatsits juz ; 1 halaman :184 :

.

ﻭﻫﻮ ﻛﺬﺍﺏ ﻭﺿﺎﻉ

.

“ Dia adalah seorang yang suaka berdusta dan suka memalsukan hadits”

.

Sekarang perhatikan pula dari sisi masanya:

.

Mereka (wahhabiah) mengaku atsar tersebut diriwayatkan oleh Abu Syu’aib dari imam Syafi’i.

.

Benarkah ?

.

Ini sebuah kedustaan yang nyata karena di dalam kitab-kitab tarikh / Sejarah bahwasanya Abu Syu’aib ini dilahirkan dua tahun setelah wafatnya imamSyafi’i, sebagaimana disebutkan dalam kitab TARIK HAL-BAGHDADI juz : 9 halaman : 436…

.

Nah dari sini kita melihat FITNAH AKIDAH atas nama ima safii oleh kaum ahlul fitnah wahabi dengan KITAB SERVICE-nya.

.

Jika sudah begini maka dimana letaknya wahabi memang ahlu sunnah,alim,sesuai pemahaman salafus sholeh dan ngaku ngaku sesuai quran hadits shoheh ?

.

He wahabi awam !

.

Kalian ini di bodohi ustadz dan ulama penipu ! Kalian tdk sadar jk telah dijebak masuk dalam akidah mujasimah yg dari berabad abad lalu di tolak mayoritas ulama salaf !.

.

Taubat saja ! Tinggalkan firqoh sok ahli sunnah tetapi faktanya MENIPU DAN MEMFITNAH !.

.

2. ALKIDAH ASLI IMAM HANAFI.

.

.Imam Hanafi berkata :

ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟﻰ ﻳُﺮَﻯ ﻓِﻲ ﺍﻵﺧِﺮَﺓ، ﻭَﻳَﺮَﺍﻩُﺍﻟْﻤُﺆَﻥْﻮُﻨِﻣْ ﻭَﻫُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠَﻨّﺔِ ﺑِﺄﻋْﻴُﻦِﺭُﺅُﻭﺳْﻢِﻬِ ﺑﻼَﺗَﺸْﺒِﻴْﻪٍ ﻭَﻻَ ﻛَﻤِّﻴَّﺔٍ ﻭَﻻَﻳَﻜُﻮْﻥُ ﺑَﻴْﻨَﻪُ ﻭَﺑَﻴْﻦَ ﺧَﻠْﻘِﻪِ ﻣَﺴَﺎﻓَﺔ .

Allah ta’ala di akhirat kelak akan dilihat. Orang-orang mukmin akan melihat-Nya ketika

mereka di surga dengan mata kepala mereka masing- masing dengan tanpa adanya keserupaan bagi-Nya,bukan sebagai bentuk yang berukuran, dan tidak ada jarak antara mereka dengan Allah artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak di dalam atau di luar surga,

tidak di atas, bawah, belakang, depan, samping kanan ataupun samping kiri

.

Al-Fiqhul Akbar karya Imam Abu Hanifah dengan Syarahnya karya Mulla ‘Ali al-Qari, hlm.136-137

.

beliau juga berkata

.

ﻗُﻠْﺖُ : ﺃﺭَﺃﻳْﺖَ ﻟَﻮْ ﻗِﻴْﻞَ ﺃﻳْﻦَ ﺍﻟﻠﻪُ؟ ﻳُﻘَﺎﻝُﻟَﻪُ : ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻭَﻻَ ﻣَﻜَﺎﻥَ ﻗَﺒْﻞَ ﺃﻥْ ﻳَﺨْﻠُﻖَﺍﻟْﺨَﻠْﻖَ، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﺃﻳْﻦ ﻭَﻻَ ﺧَﻠْﻖٌ ﻭَﻻَ ﺷَﻰﺀٌ ،ﻭَﻫُﻮَ ﺧَﺎﻟِﻖُ ﻛُﻞّ ﺷَﻰﺀٍ “.

.

Aku katakan: Tahukah engkau jika ada orang berkata:

Di manakah Allah.

Jawab: Dia Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum segala makhluk-Nya ada.Allah ada tanpa permulaan sebelum ada tempat,

sebelum ada makhluk dan sebelum segala suatu apapun. Dan Dia adalah Pencipta segala sesuatu”

.

al-Fiqhul Absath karya Imam Abu Hanifah dalam kumpulan risalah-risalah nya dengan tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h.20

.

Juga berkata

.

ﻭَﻧُﻘِﺮّ ﺑِﺄﻥّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻪُ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻌَﺮْﺵِ ﺍﺳْﺘَﻮَﻯ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَﻟَﻪُ ﺣَﺎﺟَﺔٌ ﺇﻟﻴْﻪِﻭَﺍﺳْﺘِﻘْﺮَﺍﺭٌ ﻋَﻠَﻴْﻪِ، ﻭَﻫُﻮَﺣَﺎﻓِﻆُ ﺍﻟﻌَﺮْﺵِ ﻭَﻏَﻴْﺮِ ﺍﻟﻌَﺮْﺵِ ﻣِﻦْﻏَﺒْﺮِ ﺍﺣْﺘِﻴَﺎﺝٍ، ﻓَﻠَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺤْﺘَﺎﺟًﺎ ﻟَﻤَﺎﻗَﺪَﺭَ ﻋَﻠَﻰ ﺇﻳْﺠَﺎﺩِﺍﻟﻌَﺎﻟَﻢِﻭَﺗَﺪْﺑِﻴْﺮِﻩِﻗﻮُﻠْﺨَﻤْﻟﺎَﻛِﻴ َﻦْ، ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺤْﺘَﺎﺟًﺎ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟﺠُﻠُﻮْﺱِ ﻭَﺍﻟﻘَﺮَﺍﺭِﻓَﻘَﺒْﻞَ ﺧَﻠْﻖِ ﺍﻟﻌَﺮْﺵِ ﺃﻳْﻦَ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪ، ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻦْ ﺫَﻟِﻚَ ﻋُﻠُﻮّﺍ ﻛَﺒِﻴْﺮًﺍ .

.

Dan kita mengimani adanya ayat “ar-Rahman ‘Ala al-‘Arsy Istawa” [sebagaimana disebutkan dalam al- Qur’an] dengan menyakini bahwa Allah tidak membutuhkan kepada arsy tersebut dan tidak

bertempat atau bersemayam di atasnya. Dia Allah yang memelihara arsy dan lainnya tanpa membutuhkan kepada itu semua. Karena jika Allah

membutuhkan kepada sesuatu maka Allah tidak akan kuasa untuk menciptakan dan mengatur alam ini, dan berarti Dia seperti seluruh makhluk-Nya sendiri.

.

Jika membutuhkan kepada duduk dan bertempat, lantas

sebelum menciptakan makhluk-Nya [termasuk ‘arsy] di manakah DiaAllah maha suci dari itu semua dengan kesucian yang agung.

.

Al-Washiyyah dalam kumpulan risalah-risalah Imam Abu Hanifah tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h.2. juga dikutip oleh asy-Syekh Mullah ‘Ali al-Qari dalam Syarh al-Fiqhul Akbar, h.70.

3. AKIDAH IMAM HAMBALI

.

Al-Imam al-Mujtahid Abu ‘Abdillah Ahmad ibn Hanbal

(w 241 H), perintis madzhab Hanbali, juga seorang Imam

yang agung ahli tauhid. Beliau mensucikan Allah dari tempat dan arah. Bahkan beliau adalah salah seorang terkemuka dalam akidah tanzih.

.

Dalam pada ini as-

Syaikh Ibn Hajar al-Haitami menuliskan:

ﻭَﻣَﺎ ﺍﺷْﺘُﻬِﺮَ ﺑَﻴْﻦَ ﺟَﻬَﻠَﺔِ ﺍﻟْﻤَﻨْﺴُﻮْﺑِﻴْﻦَ ﺇﻟَﻰ ﻫﺬَﺍ ﺍﻹﻣَﺎﻡِ ﺍﻷﻋْﻈَﻢِ ﺍﻟْﻤُﺠْﺘَﻬِﺪِ ﻣِﻦْ ﺃﻧّﻪُ ﻗَﺎﺋِﻞٌ ﺑِﺸَﻰﺀٍﻣِﻦَ ﺍﻟْﺠِﻬَﺔِ ﺃﻭْ ﻧَﺤْﻮِﻫَﺎ ﻓَﻜَﺬِﺏٌ ﻭَﺑُﻬْﺘَﺎﻥٌ ﻭَﺍﻓْﺘِﺮَﺍﺀٌ ﻋَﻠَﻴْﻪِ .

“Apa yang tersebar di kalangan orang-orang bodoh yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Hanbali bahwa beliau telah menetapkan adanya tempat dan arah bagi Allah, maka sungguh hal tersebut adalah

merupakan kedustaan dan kebohongan besar atasnya” (Lihat Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Fatawa al- Haditsiyyah, h. 144)

ﻗﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪﻋﻨﻪ " : ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺟﺴﻢ ﻻ ﻛﺎﻷﺟﺴﺎﻡ ﻛﻔﺮ ‏) " ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺑﺪﺭ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻟﺰﺭﻛﺸﻲ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺗﺸﻨﻴﻒ ﺍﻟﻤﺴﺎﻣﻊ

.

"Barang siapa yg mengatakan Allah Swt itu jisim yg tdk seperti jisim yang lain maka dia telah kafir."Riwayat Al-Hafidz Badruddin Al-Zarkasyi dalam Kitab tasynif Al-masami.

.

Aqidah Rasulullah, para sahabatnya, para ulama salaf

saleh, dan aqidah mayoritas umat Islam; Ahlussunnah

WalJama’ah ialah bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Kita akan banyak menemukan pernyataan

para ulama terkemuka dari generasi ke generasi dalam

menetapkan keyakinan suci ini.

.

FITNAH WAHABI ATAS AKIDAH IMAM HAMBALI

Wahhabiyyah telah melakukan kedustaan besar atas al-Imâm Ahmad, dan merupakan bohong besar jika mereka mengklaim diri mereka sebagai kaum bermadzhab Hanbali.

.

Madzhab al-Imâm Ahmad

terbebas dari keyakinan dan ajaran-ajaran kaum Wahhabiyyah.

.

Anda dapat melihat dengan berbagai referensi yang sangat kuat bahwa al-Imâm Ahmad

telah memberlakukan takwil dalam memahami teks- teks Mutasyâbihât, seperti terhadap firman Allah: ”Wa Jâ-a Rabbuka” (QS. Al-Fajr: 22), dan firman-Nya: ”Wa Huwa Ma’akum” (QS. Al-Hadid: 4), juga seperti hadits

Nabi ”al-H ajar al-Aswad Yamîn Allâh Fi Ardlih”.

.

Teks-teks tersebut, juga teks-teks Mutasyâbihât lainnya sama

sekali tidak dipahami oleh al-Imâm Ahmad dalam makna-makna zahirnya. Sebaliknya beliau memalingkan makna-makna zahir teks tersebut dan

memberlakukan metode takwil dalam memahami itu semua, karena beliau berkeyakinan sepenuhnya bahwa Allah maha suci dari menyerupai segala makhkuk-Nya dalam segala apapun.

.

Al-H âfizh Abu Hafsh Ibn Syahin, salah seorang ulama terkemuka yang hidup sezaman dengan al-

H âfizh ad-Daraquthni berkata:

.

“Ada dua orang saleh

yang diberi cobaan berat dengan orang-orang yang buruk akidahnya, yaitu Ja’far ibn Muhammad dan Ahmad ibn Hanbal”

.

Dikutip oleh al-H âfizh Ibn Asakir dalam Tabyîn Kadzib al-Muftarî dengan rangkaian sanad-nya langsung dari al-H âfizh Ibn Syahin.

.

Yang dimaksud dua Imam agung yang saleh ini adalah; pertama, al-Imâm Ja’far ash-Shadiq ibn

Muhammad al-Baqir, orang yang dianggap kaum Syi’ah Rafidlah sebagai Imam mereka hingga mereka menyandarkan kepadanya keyakinan-keyakinan buruk mereka, padahal beliau sendiri sama sekali tidak pernah berkeyakinan demikian.

.

Dan yang kedua adalah al-Imâm Ahmad ibn Hanbal, orang yang dianggap oleh sebagian orang yang mengaku sebagai pengikutnya,namun mereka menetapkan kedustaan-kedustaan dan kebatilan-kebatilan terhadapnya, seperti akidah tajsîm , tasybîh , anti takwil, anti tawassul, dan lainnya yang sama sekali hal-hal tersebut tidak pernah diyakini oleh al-Imâm Ahmad sendiri.

.

Di masa sekarang ini,

madzhab Hanbali lebih banyak lagi dikotori oleh orang-orang yang secara dusta mengaku sebagai pengikutnya, mereka adalah kaum Wahhabiyyah, yang

telah mencemari kesucian madzhab al-Imâm Ahmad ini

dengan segala keburukan keyakinan dan ajaran-ajaran

mereka.

.

Hasbunallâh. Al-H âfizh Ibn al-Jawzi al-Hanbali dalam kitab

Daf’u Syubah at-Tasybîh Bi Akaff at-Tanzîh menuliskan

sebagai berikut:

.

“Saya melihat bahwa ada beberapa orang yang mengaku

di dalam madzhab kita telah berbicara dalam masalah

pokok-pokok akidah yang sama sekali tidak benar. Ada tiga orang yang menulis karya untuk itu;

.

Abu Abdillah ibn Hamid,

al-Qâdlî Abu Ya’la,

dan Ibn az-Zaghuni.

.

Tiga orang ini telah menulis buku yang mencemarkan madzhab

Hanbali. Saya melihat mereka telah benar-benar turun kepada derajat orang-orang yang sangat awam. Mereka memahami sifat-sifat Allah secara indrawi. Ketika mereka mendengar hadits ”Innallâh Khalaqa Adâm ‘Alâ Shûratih”, mereka lalu menetapkan shûrah (bentuk) bagi Allah, menetapkan adanya wajah sebagai tambahan bagi Dzat- Nya, menetapkan dua mata, menetapkan mulut, gigi dan gusi. Mengatakan bahwa wajah Allah memiliki sinar yang

sangat terang, menetapkan dua tangan, jari-jemari, telapak tangan, jari kelingking, dan ibu jari. Mereke juga menetapkan dada bagi-Nya, paha, dua betis, dan dua kaki.

.

Mereka berkata; Adapun penyebutan tentang kepala kami

tidak pernah mendengar. Mereka juga berkata; Dia dapat menyentuh dan atau disentuh, dan bahwa seorang hamba yang dekat dengan-Nya adalah dalam pengertian kedekatan jarak antara Dzat-Nya dengan dzatnya. Bahkan sebagian mereka berkata; Dia bernafas. Lalu untuk mengelabui orang-orang awam mereka berkata; ”Namun perkara itu semua tidak seperti yang terlintas dalam akal”.

.

Mereka telah mengambil makna zahir dari nama-nama dan sifat-sifat Allah, lalu mereka mengatakan, seperti yang dikatakan para ahli bid’ah, bahwa itu semua adalah sifat-sifat Allah. Padahal mereka sama sekali tidak memiliki dalil untuk itu, baik dari dalil-dalil

tekstual maupun dalil-dalil akal.

.

Mereka berpaling dari teks-teks muh kamât yang menetapkan bahwa teks- teks Mutasyâbihât tersebut tidak boleh diambil makna zahirnya, tetapi harus dipahami sesuai makna-makna

yang wajib bagi Allah, dan sesuai bagi keagungan- Nya. Mereka juga berpaling dari pemahaman bahwa sebenarnya menetapkan teks-teks Mutasyâbihât secara

zahirnya sama saja dengan menetapkan sifat-sifat baru bagi Allah.

Perkataan mereka ini adalah murni sebagai akidah tasybîh , penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya. Ironisnya, keyakinan mereka ini diikuti oleh sebagian orang awam.

.

Saya telah memberikan nasehat kepada mereka semua tentang kesesatan akidah ini, baik

kepada mereka yang diikuti maupun kepada mereka

yang mengikuti. Saya katakan kepada mereka: “Wahai

orang-orang yang mengaku madzhab Hanbali, madzhab kalian adalah madzhab yang mengikut kepada al-Qur’an dan hadits, Imam kalian yang

agung; Ahmad ibn Hanbal di bawah pukulan cambuk,

-dalam mempertahankan kesucian akidahnya- berkata:

“Bagaimana mungkin aku berkata sesuatu yang tidak

pernah dikatakan Rasulullah!?”. Karena itu janganlah kalian mangotori madzhab ini dengan ajaran-ajaran yang sama sekali bukan bagian darinya”lihat

Daf’u Syubah at-Tasybîh, h. 7-9

.

Tiga orang dinyatakan Ibn al-Jawzi di atas sebagai orang-orang pencemar nama baik madzhab Hanbal:

.

Orang pertama adalah Abu Abdillah ibn Hamid , nama

lengkapnya ialah Abu Abdillah al-Hasan ibn Hamid ibn Ali al-Baghdadi al-Warraq, wafat tahun 403 Hijiriah. Di masa hidupnya, dia adalah salah seorang terkemuka di kalangan madzhab Hanbali, bahkan termasuk salah

seorang yang cukup produtif menghasilkan karya tulis di kalangan madzhab ini.

.

Di antara karyanya adalah

Syarh Kitâb Ushûl ad-Dîn , hanya saja kitab ini, juga beberapa kitab karyanya penuh dengan kesesatan akidah tajsîm . Dari tangan orang ini pula lahir salah

seorang murid terkemukanya, yang sama persis dengannya dalam keyakinan tasybîh , yaitu al-Qâdlî Abu Ya’la al-Hanbali.

.

Orang kedua; al-Qâdlî Abu Ya’la al-Hanbali, nama lengkapnya ialah Abu Ya’la Muhammad ibn al-Husain ibn Khalaf ibn al-Farra’ al-Hanbali, wafat tahun 458

Hijriah. Ia adalah salah seorang yang dianggap paling bertanggung jawab, –sama seperti gurunya tersebut di

atas–, atas tercemarnya kesucian madzhab Hanbali.

.

Bahkan salah seorang ulama terkemuka bernama Abu

Muhammad at-Tamimi berkata: “Abu Ya’la telah mengotori madzhab Hanbali dengan satu kotoran yang tidak akan dapat dibersihkan walaupun dengan air

lautan”.

Di antara karya Abu Ya’la ini adalah Thabaqât al-H anâbilah ; di dalamnya terdapat perkataan-

perkataan tasybîh yang secara dusta ia sandarkan kepada al-Imâm Ahmad ibn Hanbal.

.

Padahal sedikitpun

al-Imâm Ahmad tidak pernah berkeyakinan seperti apa

yang ia sangkakannya. Termasuk salah satu karya Abu Ya’la adalah kitab berjudul Kitâb al-Ushûl , juga di dalamnya banyak sekali keyakinan-keyakinan tasybîh; di antaranya dalam buku ini ia menetapkan bentuk dan

ukuran bagi Allah.

.

PRINGATAN !

.

al-Qâdlî Abu Ya’la al-Mujassim ini berbeda dengan al-Hâfizh Abu

Ya’la !!

.

JGN SALAH !!

Yang pertama; al-Qâdlî Abu Ya’la adalah seorang Mujassim murid dari Abu Abdillah ibn Hamid, seperti yang telah kita tuliskan di atas.

Sementara al-Hâfizh Abu Ya’la adalah salah seorang Imam besar dan terkemuka dalam hadits yang tulen sebagai seorang sunni, nama lengkap beliau adalah Abu Ya’la Ahmad

ibn Ali al-Maushili, penulis kitab Musnad yang kenal dengan Musnad Abû Ya’lâ .

.

Adapun orang yang ketiga, yaitu Ibn az-Zaghuni , nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Ali ibn Abdillah ibn Nashr az-Zaghuni al-Hanbali, wafat

tahun 527 Hijriah.

.

Orang ini termasuk salah satu guru dari al-H âfizh Ibn al-Jawzi sendiri. Ia menulis beberapa

buku tentang pokok-pokok akidah, salah satunya pembahasan tentang teks-teks mutasyâbihât berjudul al-Idlâh Min Gharâ-ib at-Tasybîh , hanya saja di dalamnya ia banyak menyisipkan akidah-akidah tasybîh.

Al-H âfizh Ibn al-Jawzi dalam kitab Daf’u Syubah at- Tasybîh selain menyebutkan tiga orang yang harus bertanggaung jawab terhadap tercemarnya madzhab

Hanbali, beliau menuliskan pula bantahan-bantah

an atas orang-orang berakidah tasybîh dan tajsîm yang mengaku bermadzhab Hanbali secara umum. ..

.

Di antara apa yang dituliskan beliau sebagai berikut:

.

“Janganlah kalian masukan ke dalam madzhab orang saleh dari kalangan Salaf ini (al-Imâm Ahmad ibn Hanbal) sesuatu yang sama sekali bukan dari rintisannya. Kalian telah membungkus madzhab ini dengan sesuatu yang sangat buruk. Karena sebab kalian menjadi timbul klaim bahwa tidak ada seorangpun yang bermadzhab Hanbail kecuali pastilah ia sebagai mujassim. Bahkan, ditambah atas itu semua, kalian telah mengotori madzhab ini dengan mananamkan sikap panatisme terhadap Yazid ibn Mu’awiyah.

.

Padahal kalian telah tahu bahwa al-Imâm Ahmad sendiri membolehkan untuk melaknat Yazid. Dan bahkan Abu Muhammad ata-Tamimi berkata tentang beberapa orang pimpinan dari kalian bahwa kalian telah mengotori madzhab ini dengan sesuatu yang sangat buruk yang tidak akan dapat dibersihkan hingga hari kiamat”

.Lihat Daf’u Syubah at-Tasybîh, h. 10

.

Al-H âfizh Ibn al-Jawzi al-Hanbali dalam kitab Manâqib

al-Imâm Ahmad pada bab 20 menuliskan secara detail

tentang keyakinan al-Imâm Ahmad: “Keyakinan al-Imâm

Ahmad Ibn Hanbal dalam pokok-pokok akidah”, Ia (al- Imâm Ahmad) berkata tentang masalah iman: “Iman adalah ucapan dan perbuatan yang dapat bertambah

dan dapat berkurang, semua bentuk kebaikan adalah bagian dari iman dan semua bentuk kemaksiatan dapat mengurangi iman”.

.

Kemudian tentang al-Qur’an

al-Imâm Ahmad berkata: “al-Qur’an adalah Kalam Allah

bukan makhluk. Al-Qur’an bukan dari selain Allah. tidak ada suatu apapun dalam al-Qur’an sebagai

sesuatu yang makhluk. Barangsiapa mengatakan

bahwa al-Qur’an makhluk maka ia telah menjadi kafir”.

4. AKIDAH IMAM MALIK.

Tentang kesucian tauhid al-Imam Malik ibn Anas, al- Imam al-‘Allamah al-Qadli Nashiruddin ibn al-Munayyir al-Maliki, salah seorang ulama terkemuka sekitar abad tujuh hijriyah, dalam karyanya berjudul al-Muqtafa Fi

Syaraf al-Musthafa telah menuliskan pernyataan al-Imam

Malik bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah.

.

Dalam karyanya tersebut, al-Imam Ibn al-Munayyir mengutip sebuah hadits, riwayat al-Imam Malik bahwa Rasulullah bersabda: “La Tufadl-dliluni ‘Ala Yunus Ibn Matta” (Janganlah kalian melebih-lebihkan aku di atas nabi Yunus ibn Matta).

.

Dalam penjelasan hadits ini al-

Imam Malik berkata bahwa Rasulullah secara khusus

menyebut nabi Yunus dalam hadits ini, tidak menyebut

nabi lainya, adalah untuk memberikan pemahaman

akidah tanzih, -bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa

arah-. Hal ini karena Rasulullah diangkat ke atas ke arah

arsy -ketika peristiwa Mi’raj-, sementara nabi Yunus dibawa ke bawah hingga ke dasar lautan yang sangat dalam -ketika beliau ditelan oleh ikan besar-, dan kedua arah tersebut, baik arah atas maupun arah bawah,

keduanya bagi Allah sama saja. Artinya satu dari lainnyatidak lebih dekat kepada-Nya, karena Allah ada tanpa tempat. Karena seandainya kemuliaan itu diraih karena berada di arah atas, maka tentu Rasulullah tidak akan

mengatakan “Janganlah kalian melebih-lebihkan aku di

atas nabi Yunus ibn Matta”. Dengan demikian, hadits ini

oleh al-Imam Malik dijadikan salah satu dalil bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah (Lihat penjelasan ini dalam al-Muqtafa Fi syaraf al-Mustahafa.)

.

Al-Hafizh al-Bayhaqi dalam karyanya berjudul al-Asma’

Wa ash-Shifat, dengan sanad yang baik (jayyid), -sebagaimana penilaian al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari-, meriwayatkan dari al-Imam Malikdari jalur Abdullah ibn Wahb, bahwa ia -Abdullah ibn

Wahb-, berkata:

.

“Suatu ketika kami berada di majelis al-Imam Malik, tiba-tiba seseorang datang menghadap al-Imam, seraya berkata: Wahai Abu Abdillah, ar-Rahman ‘Ala al-arsy Istawa, bagaimanakah Istawa Allah?.

.

Abdullah ibn Wahab berkata:

.

Ketika al-Imam Malik mendengar perkataan orang tersebut maka beliau menundukan kepala dengan badan bergetar dengan mengeluarkan keringat. Lalu beliau mengangkat kepala menjawab perkataan orang itu: “ar-Rahman ‘Ala al-arsy Istawa

sebagaimana Dia mensifati diri-Nya sendiri, tidak boleh dikatakan bagi-Nya bagaimana, karena "bagaimana" (sifat benda) tidak ada bagi-Nya. Engkau

ini adalah seorang yang berkeyakinan buruk, ahli bid’ah,

keluarkan orang ini dari sini”.

.

Lalu kemudian orang tersebut dikeluarkan dari majelis al-Imam Malik (Al- Asma’ Wa ash-Shifat, h. 408)".

perhatikan; Perkataan al-Imam Malik: “Engkau ini adalah seorang yang berkeyakinan buruk, ahli bid’ah,keluarkan orang ini dari sini”, hal itu karena orang tersebut mempertanyakan makna Istawa dengan kata-

kata “Bagaimana?”.

.

Seandainya orang itu hanya bertanya apa makna ayat tersebut, sambil tetap meyakini bahwa ayat tersebut tidak boleh diambil makna zhahirnya, maka

tentu al-Imam Malik tidak membantah dan tidak mengusirnya.

.

Adapun riwayat al-Lalika-i dari Ummu Salamah; Umm al- Mu’minin, dan riwayat Rabi’ah ibn Abd ar-Rahman (salah seorang guru al-Imam Malik) yang mengatakan:

.

“al-Istiwa Ghair Majhul Wa al-Kayf Ghairu Ma’qul (al-Istiwa sudah jelas diketahui dan adanya al-Kayf (sifat benda) bagi Allah adalah sesuatu yang tidak masuk akal)”, yang dimaksud “Ghair Majhul” di sini ialah bahwa penyebutan kata tersebut benar adanya di dalam al-

Qur’an. Ini dengan dalil riwayat lain dari al-Lalika-i sendiri yang mempergunakan kata “al-Istiwa madzkur”, artinya kata Istawa telah benar-benar disebutkan dalam al-Qur'an.

.

Dengan demikian menjadi jelas bahwa yang dimaksud “al-Istiwa Ghair Majhul” artinya benar-benar telah diketahui penyebutan kata Istawa tersebut di

dalam al-Qur’an.

.

Dari sini dapat dipahami bahwa al-Lali’ka’i dan Rabi’ah ibn Abd ar-Rahman mengatakan “al-Istiwa Ghair Majhul Wa al-Kayf Ghairu Ma’qul”, sama sekali bukan untuk tujuan menetapkan makna duduk atau bersemayam bagi Allah. Juga sama sekali bukan untuk menetapkan makna

duduk atau bersemayam yang Kayfiyyah duduk atau bersemayam-Nya tidak diketahui oleh kita.

.

FITNAH AKIDAH ATAS NAMA IMAM MALIK.

.

Terkait penjelasan diatas golongan Wahhabiyyah memelintir,menyalah artikan makna al-Lalika’i dan Rabi’ah ibn Abd ar-Rahman tersebut.

.

Mereka mengatakan bahwa

Allah bersemayam atau bertempat di atas arsy. Hanya

saja, (menurut mereka) Kayfiyyah-Nya tidak

diketahui. ini jelas menyalah artikan penjelasan imam malik.

Padahal yg dimaksud perkataan

al-Lalika-i dan Rabi’ah ibn Abd ar-Rahman terdapat kata “al-Kayf Ghair Ma’qul”, ini artinya bahwa Istawa tersebut bukan Kayfiyyah, sebab Kayfiyyah adalah sifat benda.

.

Dengan demikian, oleh karena kata Istawa ini bukan Kayfiyyah maka jelas maknanya bukan dalam pengertian duduk atau bersemayam. Karena duduk atau bertempat itu hanya berlaku pada sesuatu yang memiliki anggota

badan, seperti pantat, lutut dan lainnya. Sementara Allah

maha suci dari pada anggota-anggota badan.

.

Kaum Musyabbihah seperti kaum

Wahhabiyyah di atas seringkali memutarbalikan perkataan dua Imam di atas. Mereka sering

mengubahnya dengan mengatakan “al-Istiwa Ma’lum Wa al-Kayfiyyah Majhulah”.

.

Perkataan semacam ini sama

sekali bukan riwayat yang benar berasal dari al-Imam Malik atau lainnya.

.

Tujuan kaum Musyabbihah

mengucapkan kata tesebut jelas untuk menetapkan adanya Kayfiyyah bagi Istawa Allah, lalu

mereka mengatakan Kayfiyyah-Nya tidak diketahui.

.

Karena itu mereka seringkali mengatakan: "Allah bersemayam atau bertempat di atas arsy, tapi cara bersemayam-Nya tidak diketahui".

.

Atau terkadang mereka juga berkata: "Allah duduk di atas arsy, tapi cara duduk-Nya tidak diketahui".

.

jadi, Perkataan kaum

Musyabbihah “al-Istiwa Ma’lum Wa al-Kayfiyyah Majhulah” menipu orang- orang awam bahwa semacam itulah yang telah dikatakan dan yang dimaksud oleh Al-Imam Malik padahal tdk demikian.ini fitnah !

.

perhatikan lagi :

Al-Hafizh al-Bayhaqi dari jalur Yahya ibn Yahya telah meriwayatkan bahwa ia -Yahya ibn Yahya- berkata:

.

Suatu saat ketika kami berada di majelis al-Imam Malik ibn Anas, tiba-tiba datang seseorang menghadap beliau, seraya berkata:

Wahai Abu Abdlillah, ar-Rahman ‘Ala al- arsy Istawa, bagaimankah Istawa Allah?

.

Lalu al-Imam Malik menundukan kepala hingga badanya bergetar dan mengeluarkan keringat. Kemudian beliau berkata: “al-

Istiwa’ telah jelas penyebutannya dalam al-Qur’an- (al- Istiwa Ghair Majhul), dan “Bagaimana (sifat benda)” tidak logis dinyatakan kepada Allah (al-Kayf Ghair Ma’qul), beriman kepada adanya sifat al-Istiwa adalah

wajib, dan mempermasalahkan masalah al-Istiwa tersebut adalah perbuatan bid’ah. Dan bagiku, engkau tidak lain kecuali seorang ahli bid’ah”.

Lalu al-Imam Malik menyuruh murid-muridnya untuk mengeluarkan orang tersebut dari majelisnya.

.

Al-Imam al-Bayhaqi berkata: “Selain dari al-Imam Malik, pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Rabi’ah ibn Abd ar-Rahman, guru dari al-Imam Malik sendiri” (Al-Asma’ Wa ash-Shifat, h.408).

.

Dalam mengomentari peristiwa ini, asy-Syaikh Salamah

al-Uzami, salah seorang ulama al-Azhar terkemuka dalam bidang hadits, dalam karyanya berjudul Furqan al- Qur’an, mengatakan sebagai berikut:

.

“Penilaian al-Imam Malik terhadap orang tersebut

sebagai ahli bid’ah tidak lain karena kesalahan orang itu

mempertanyakan Kayfiyyah Istiwa bagi Allah. Hal ini

menunjukan bahwa orang tersebut memahami ayat ini

secara indrawi dan dalam makna zhahirnya. Tentu makna zhahir Istawa adalah duduk bertempat, atau menempelnya suatu benda di atas benda yang lain.

.

Makna zhahir inilah yang dipahami oleh orang tersebut,

namun ia meragukan tentang Kayfiyyah dari sifat duduk

tersebut, karena itu ia bertanya kepada al-Imam Malik.

.

Artinya, orang tersebut memang sudah menetapkan adanya Kayfiyyah bagi Allah. Ini jelas merupakan keyakinan tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk- Nya), dan karena itu al-Imam Malik meyebut orang ini

sebagai ahli bid’ah” (Furqan al-Qur’an Bain Shifat al- Khaliq Wa al-Akwan, h. 22).

Al-Imam Taqiyyuddin as-Subki dalam karya bantahannya atas Ibn al-Qayyim al-Jaiziyyah (murid Ibn Taimiyah); yang

berjudul as-Saif ash-Shaqil Fi ar-Radd ‘Ala ibn Zafil.

.

Demikian pula perkataan Al-Imam Malik ini dikutip oleh

Al-Imam Muhammad Murtadla az-Zabidi dalam karyanya Ithaf as-Sadah al-Muttaqin Bi Syarah Ihya ‘Ulumiddin).

.

Adapun riwayat yang dikemukan oleh Suraij ibn an- Nu’man dari Abdullah ibn Nafi’ dari al-Imam Malik, bahwa ia -al-Imam Malik- berkata: “Allah berada di langit, dan ilmu-Nya di semua tempat”, adalah riwayat yang sama sekali tidak benar (Ghair Tsabit).

.

Abdullah ibn Nafi’ dinilai oleh para ahli hadits sebagai seorang

yang dla’if. Al-Imam Ahmad ibn Hanbal berkata:

.

“’Abdullah ibn Nafi’ ash-Sha’igh bukan seorang ahli hadits, ia adalah seorang yang dla’if”.

.

Al-Imam Ibn Adi berkata: “Dia -Abdullah ibn Nafi’ banyak meriwayatkan ghara-ib (riwayat-riwayat asing) dari al-Imam Malik”.

.

Ibn Farhun berkata: “Dia -Abdullah ibn Nafi’- adalah

seorang yang tidak membaca dan tidak menulis” (Lihat biografi Abdullah ibn Nafi’ dan Suraij ibn an-Nu’man dalam kitab-kitab adl-Dlu’afa’, seperti Kitab ald-Dlu’afa karya an-Nasa-i dan lainnya).

.

Dengan demikian pernyataan yang dinisbatkan kepada

al-Imam Malik di atas adalah riwayat yang sama sekali

tidak benar. Dan kata-kata tersebut yang sering kali

dikutip oleh kaum Musyabbihah dan dinisbatkan kepada

al-Imam Malik adalah fitnah dan dusta !

.

Kesimpulan yg jelas bahwa semua akidah madzab adalah ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TIDAK BERARAH

Sedangkan pernyataan Golongan semacam wahabi yg mengatakan bahwa semua imam madzab berkeyakinan "ALLAH BERSEMAYAM DIATAS ARASY" Adalah DUSTA,FITNAH DAN MENIPU SELURUH UMAT ISLAM.

Ustadz,ulama Wahabi juga MEMBODOHI pengikut awamnya yang hanya MEMBEBEK saja dan tidak pernah mengkaji jika para ustadz,ulamanya sedang menjerumuskan kedalam lembah kesesatan bahkan kafir ! Menyembah Tuhan berhala tetapi berbaju islam.!

.

AKIDAH KAFIR.

.

Simak tanggapan ahli ulama Dalam kitab Syarh al-Fiqh al-Akbar yang telah disebutkan , asy- Syaikh Mulla Ali al-Qari menuliskan sebagai berikut:

.

“ ﻓﻤﻦ ﺃﻇﻠﻢ ﻣﻤﻦ ﻛﺬﺏ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻭ ﺍﺩﻋﻰ ﺍﺩﻋﺎﺀً ﻣﻌﻴﻨًﺎ ﻣﺸﺘﻤﻼً ﻋﻠﻰ ﺇﺛﺒﺎﺕ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥﻭﺍﻟﻬﻴﺌﺔ ﻭﺍﻟﺠﻬﺔ ﻣﻦ ﻣﻘﺎﺑﻠﺔ ﻭﺛﺒﻮﺕ ﻣﺴﺎﻓﺔ ﻭﺃﻣﺜﺎﻝ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﺤﺎﻟﺔ، ﻓﻴﺼﻴﺮ ﻛﺎﻓﺮًﺍ ﻻ ﻣﺤﺎﻟﺔ ”

.

“Maka barangsiapa yang berbuat zhalim dengan melakukan kedustaan kepada Allah dan mengaku dengan pengakuan-pengakuan yang berisikan penetapan tempat bagi-Nya, atau menetapkan bentuk, atau menetapkan arah; seperti arah depan atau lainnnaya, atau

menetapkan jarak, atau semisal ini semua, maka orang tersebut secara pasti telah menjadi kafir”.

.

Masih dalam kitab yang sama, asy-Syaikh Ali Mulla al-Qari juga menuliskan sebagai berikut:

.

“ ﻣﻦ ﺍﻋﺘﻘﺪ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﻌﻠﻢ ﺍﻷﺷﻴﺎﺀ ﻗﺒﻞ ﻭﻗﻮﻋﻬﺎ ﻓﻬﻮ ﻛﺎﻓﺮ ﻭﺇﻥ ﻋُﺪّ ﻗﺎﺋﻠﻪ ﻣﻦ ﺃﻫﻞﺍﻟﺒﺪﻋﺔ، ﻭﻛﺬﺍ ﻣﻦ ﻗﺎﻝ : ﺑﺄﻧﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﺟﺴﻢ ﻭﻟﻪ ﻣﻜﺎﻥ ﻭﻳﻤﺮّ ﻋﻠﻴﻪ ﺯﻣﺎﻥ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ﻛﺎﻓﺮ،ﺣﻴﺚ ﻟﻢ ﺗﺜﺒﺖ ﻟﻪ ﺣﻘﻴﻘﺔ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ”

.

“Barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah tidak mengetahui segala sesuatu sebelum kejadiannya maka orang ini benar-benar telah menjadi kafir, sekalipun orang yang berkata semacam ini dianggap ahli bid’ah saja. Demikian pula orang yang berkata bahwa Allah

adalah benda yang memiliki tempat, atau bahwa Allah

terikat oleh waktu, atau semacam itu, maka orang ini telah menjadi kafir, karena tidak benar keyakinan iman -yang ada pada dirinya-”.

.

Dalam kitab karya beliau lainnya berjudul Mirqât al-Mafâtîh Syarh Misykât al-Mashâbîh, Syaikh Ali Mulla al- Qari’ menuliskan sebagai berikut:

.

“ ﺑﻞ ﻗﺎﻝ ﺟﻤﻊ ﻣﻨﻬﻢ ـ ﺃﻱ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻠﻒ ـ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻠﻒ ﺇﻥ ﻣﻌﺘﻘﺪ ﺍﻟﺠﻬﺔ ﻛﺎﻓﺮ ﻛﻤﺎ ﺻﺮﺡﺑﻪ ﺍﻟﻌﺮﺍﻗﻲ، ﻭﻗﺎﻝ : ﺇﻧﻪ ﻗﻮﻝ ﻷﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻭﻣﺎﻟﻚ ﻭﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻭﺍﻷﺷﻌﺮﻱ ﻭﺍﻟﺒﺎﻗﻼﻧﻲ ”

.

“Bahkan mereka semua (ulama Salaf) dan ulama Khalaf telah menyatakan bahwa orang yang menetapkan adanya arah bagi Allah maka orang ini telah menjadi kafir, sebagaimana hal ini telah dinyatakan oleh al-Iraqi.

.

Beliau (al-Iraqi) berkata: Klaim kafir terhadap orang yang

telah menetapkan arah bagi Allah tersebut adalah pernyataan al-Imâm Abu Hanifah, al-Imâm Malik,al-Imâm asy-Syafi’i, al-Imâm al-Asy’ari dan al-Imâm al-

Baqillani”.

.

nah disini makin jelas..wahabi salafi anti madzab.karna keyakinan dan pendapat wahabi terhadap keberadaan

Allah berbeda.(Ilmu akidah Dan tauhid)

.

kesimpulan paling vital adalah.. siapa yang salah akidah..maka ia salah mengenal Tuhan sekalipan megaku Islam.dan seorang yang mengaku Islam yang salah

Akidah maka Tuhan yang dimaksud BERBEDA.( hanya

orang awam yang megtakan sesama islam seakidah)

dan jika akidahnya salah..maka mau sholat serbu kali..naik haji seratus kali.. sama dengan kaum yahudi atau kristen sholat dan naik haji..BOHONG DAN BATHIL

KARNA TUHANNYA LAIN.

.

Al-Imam al-Ghazali (semoga Allah merahmatinya) berkata:

.

ﻻَ ﺗَﺼِﺢُّ ﺍﻟْﻌِﺒَﺎﺩَﺓُ ﺇﻻّ ﺑَﻌْﺪَ ﻣَﻌْﺮِﻓَﺔِ ﺍﻟْﻤَﻌْﺒُﻮْﺩِ

.

“Tidak sah ibadah (seorang hamba) kecuali setelah

mengetahui (Allah) yang wajib disembah”.

.

Artinya barangsiapa yang tidak mengenal Allah dengan menjadikan-Nya memiliki ukuran yang tidak berpenghabisan misalnya maka dia adalah kafir. Dan tidak sah bentuk-bentuk ibadahnya seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya.

.

Ali ibn Abi Thalib -semoga Allah meridlainya- berkata:

.

ﻣَﻦْ ﺯَﻋَﻢَ ﺃﻥَّ ﺇِﻟﻬَـَﻨَﺎ ﻣَﺤْﺪُﻭْﺩٌ ﻓَﻘَﺪْ ﺟَﻬِﻞَ ﺍﻟْﺨَﺎﻟِﻖَ ﺍﻟْﻤَﻌْﺒُﻮْﺩَ ‏( ﺭَﻭَﺍﻩ ﺃﺑُﻮ ﻧُﻌَﻴﻢ )

.

"Barang siapa beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tidak mengetahui Tuhan yang wajib disembah (belum beriman kepada- Nya)" (Diriwayatkan oleh Abu Nu'aym (W 430 H) dalam Hilyah al-Auliya, juz 1, h. 72).

.

ﺻُﻮْﻧُﻮْﺍ ﻋَﻘَﺎﺋِﺪَﻛُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺘَّﻤَﺴُّﻚِ ﺑِﻈَﺎﻫِﺮِ ﻣَﺎ ﺗَﺸَﺎﺑَﻪَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻭَﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ ﻓَﺈِﻥَّ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻦْ ﺃُﺻُﻮْﻝِ

ﺍﻟْﻜُﻔْﺮِ

“Hindarkan aqidah kamu sekalian dari berpegang

kepada zhahir ayat al Qur'an dan hadits yang mutasyabihat, sebab hal demikian merupakan salah satu pangkal kekufuran !!!”

.

Al-Imam ath-Thahawi juga berkata:

.

ﻭَﻣَﻦْ ﻭَﺻَﻒَ ﺍﻟﻠﻪَ ﺑِﻤَﻌْﻨًﻰ ﻣِﻦْ ﻣَﻌَﺎﻧِـﻲ ﺍﻟْﺒَﺸَﺮْ ﻓَﻘَﺪْ ﻛَﻔَﺮَ

.

“Barangsiapa menyifati Allah dengan salah satu sifat

manusia maka ia telah kafir”.

Allah ta'ala telah berfirman:

ﻓَﻼَ ﺗَﻀْﺮِﺑُﻮْﺍ ﻟِﻠّﻪِ ﺍﻷﻣْﺜَﺎﻝَ ‏( ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﺤﻞ : 74 )

"Janganlah kalian membuat serupa-serupa bagi Allah"(QS. an-Nahl: 74)

.

Allah berfirman:

.

ﻟَﻴْﺲَ ﻛَﻤِﺜْﻠِﻪِ ﺷَﻰﺀٌ ‏( ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺸﻮﺭﻯ : 11 )

.

“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-

Nya (baik dari satu segi maupun semua segi), dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (QS. as-Syura: 11)

.

PERHATIKAN AKIDAH RASLULLAH SBB:

.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “Allah

ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud).

.

Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan), tidak ada sesuatu

(selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, ‘Arsy, langit, manusia, jin, malaikat,waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah

dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah,karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk).

.

Arah,tempat dan waktu tdk bisa di difinisikan ketika segalanya belum tercipta.

Kita tdk bayangkan arah itu bagaimana.

Kita tdk bisa bayangkan tempat itu bagaimana.

Kita tdk bisa bayangkan waktu itu bagaimana.

Ketika semuanya FANA maka kita tdk bisa mengukur ukur,menilai nilai,menebak nebak hal yg tdk ada selain hanya Allah yang ada dan tdk di ketahui keberadaan-NYA.

.

ﺍﻟﻠﻪُ ﻣَﻮْﺟُﻮْﺩٌ ﺑِﻼَ ﻣَﻜَﺎﻥٍ ﻭَﻻَ ﺟِﻬَﺔٍ

"Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah !!".

.

Intaha.

By. Von Edison Alouisci

Kingstones street 01juli 2013

.

FACEBOOK:

www.facebook.com/von.edison.alouisci

.

SHARE IT

Tags

Posting Komentar

0 Komentar

Top Post Ad

Below Post Ad