Type Here to Get Search Results !

HATI

0
Penulis :  Von Edison alouisci



Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak pernah dan tak akan pernah menciptakan sesuatu apapun dengan sia-sia dan berlepas tangan terhadap apa yang telah Dia ciptakan. Begitu juga dengan diciptakannya manusia sebagai khalifah di muka bumi, maka segala sesuatu tercipta menyertai kesempurnaan fisiknya, dan salah satunya adalah hati yang sangat luar biasa peranannya bagi manusia, sebuah kendali hidup yang akan membawa manusia ke dalam kenikmatan sesungguhnya atau kenikmatan sesaat, sebuah kebahagiaan hakiki atau kebahagian fana, dan bisa menjadi penentu apakah Surga atau Neraka yang akan kita tempati dengan kekekalannya. Maha Suci Allah dengan segala penciptaan-Nya.



Ada apa dengan hati? Itulah yang selalu ada dalam benakku, sebuah anugerah yang memerlukan ilmu dan keimanan untuk menggalinya serta mengetahui hakikatnya. Dan kesempurnaan manusia itu adalah dengan diciptakan-Nya hati sebagai pengendali utama perilaku hidup. Manusia memiliki tujuan dalam proses penciptaan-Nya, yaitu selain tugas utama untuk beribadah, maka hal lain yang menyertai kewajiban itu serta yang perlu kita tindaklanjuti selanjutnya adalah menelaah bagian-bagian penting yang melekat pada proses ibadah itu sendiri, yaitu keberadaan hati manusia sebagai bagian penting organ tubuh manusia, baik secara lahiriah maupun batiniahnya.



Allah Yang Maha Kuasa atas tiap-tiap mahluk-Nya dan Dialah sebagai Sang Pencipta apapun yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia menciptakan manusia dalam berbagai kesempurnaan anggota tubuhnya dengan tidak sia-sia,  serta apapun yang ada dalam jiwa dan raga manusia akan dimintai pertanggungjawabannya, Dia juga membebankan kewajiban terhadap kita dengan perintah dan larangan-Nya.



Lalu Dia mewajibkan kita untuk memahami petunjuk-Nya, baik secara rinci maupun global. Dia juga membagi mereka ke dalam orang-orang yang selamat dan orang-orang yang celaka. Allah menempatkan kita pada suatu keadaan dan tingkat yang berbeda sesuai dengan keimanan dan ketaqwaannya. Dan Dia pun memberikan kepada kita bahan atau sarana untuk merealisasikan ilmu dan amal yakni hati, pendengaran, penglihatan, mulut, dan anggota tubuh lainnya sebagai nikmat dan anugerah-Nya dan kesemuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.



Sebagaimana firman Allah :

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Israa ‘ : 36)



Hati bagi segenap tubuh manusia adalah laksana raja yang mengatur bala tentaranya, yang semua perbuatan kita berasal dari perintahnya, lalu ia gunakan sekehendaknya, sehingga semuanya berada di bawah kekuasaan dan perintahnya, dan dari padanya juga sebuah kesesatan maupun istiqamah akan tercipta serta dari padanya pula sebuah niat termotivasi atau bahkan menjadi sirna. Maka karena hal inilah Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda :



“Ketahuilah, sesunguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh.” (H.R. Bukhari Muslim)



Dari keterangan di atas, maka hati itu adalah rajanya. Dialah pelaksana dari apa yang diperintahkan, yang menerima hidayah-Nya, dan tidaklah suatu amalan menjadi lurus dan benar kecuali bersumber dari tujuan dan maksudnya. Hati inilah yang paling bertanggungjawab terhadap semuanya, sebab setiap pemimpin akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Maka sudah sepantasnyalah kita memperhatikan dan meluruskan hati sebagai prioritas utama dan pertama, kemudian kita berusaha untuk mendeteksi serta mengobati berbagai penyakit yang ada dalam hati kita.



Pada saat musuh Allah dan musuh kita semua, yaitu Iblis laknatullah mengetahui bahwa poros dan sandarannya adalah hati, maka ia membisik-bisiknya, menghembuskan aroma kejahatannya, membuat menawan berbagai bentuk subhat juga maksiat, menggodanya dalam berbagai keadaan dan amalan yang menghalanginya dari jalan yang benar, menghamparkan sebab-sebab kesesatan yang memutuskannya dari sebab-sebab taufiq, dan memasang untuknya jaring serta tali agar tak ada satu pun yang selamat dari tipu dayanya.



Dan tidak ada tipu daya yang akan menyebabkan menusia terjerembab kedalamnya, kecuali dengan senantiasa memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mencari sebab-sebab keridhaan-Nya, menyandarkan dan menghampiri-Nya dengan menghinakan diri di hadapan-Nya namun selalu berharap dari Kasih Sayang-Nya. Karena tanpa pertolongan Allah, kita tidaklah memiliki kuasa untuk menahan dari segala tipu daya Syaitan laknatullah. Dan akan sangat beruntunglah mereka yang termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mendapat jaminan-Nya sebagaimana disebutkan dalam Ayat-Nya :



“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka.” (Q.S. Al-Hijr : 42)



Dan inilah sesungguhnya yang akan memutuskan hubungan antara seorang hamba dengan Syaitan laknatullah. Sebuah penghambaan diri terhadap Tuhannya dan keikhlasan yang selalu melekat dalam hatinya.



Dua unsur ini merupakan hal yang akan dijauhi godaan Syaitan laknatullah dan tidak ada kuasa mereka terhadapnya. Dan orang yang bersemayam keikhlasan dalam hatinya, maka meraka termasuk golongan dimana Syaitan laknatullah tidak bisa mendekatinya, dan itulah perkataan dari musuh kita. Karena jika hakikat Ubudiyah dan keikhlasan telah merasuk ke dalam hatinya, maka sesungguhnya merekalah orang-orang yang paling dekat dengan Allah dan dengan demikian ia akan termasuk dalam pengecualian ayat dimana Iblis laknatullah tidak akan mampu menggoda suatu golongan manusia yang dalam hatinya tertanam keikhlasan yang kuat, sebagaimana perkataan mereka yang diabadikan dalam Firman Allah :



“Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.” (QS. Shaad : 83)



Maka jagalah hati kita untuk senantiasa menghambakan diri kepada Allah, bukan pada manusia apalagi kenikmatan duniawi, bukan pada kekuasaan semata terlebih kenikmatan syahwat belaka. Dan tanamkanlah keikhlasan sedalam-dalamnya pada diri kita,  agar Syaitan laknatullah tidak mampu mendekati, mengajak, bahkan membawa kita kepada kesesatan yang nyata, kepada kemaksiatan yang akan menyebabkan kenistaan seorang hamba.



Dan bila kita mengerti dan memahami hakikat hati yang sesungguhnya, maka insya Allah kita akan mengetahui berbagai penyakit hati dan obatnya serta berbagai bisikan Syaitan laknatullah yang merupakan musuh abadi kita. Dan Insya Allah kita akan mengetahui keadaan hati kita yang sesungguhnya, yang merupakan pengendali utama tubuh dan amalan kita. Karena sesungguhnya keadaan hati yang buruk adalah berasal dari tujuan hati yang buruk, lalu dengan perbuatan buruk itu hati menjadi keras dan penyakitnya itu akan bertambah terus hingga akhirnya menjadi hati yang mati.



Hati yang jauh dari kebenaran, hati yang jauh dari penciptaan awalnya, hati yang jauh dari nur Allah sehingga menjadi hati yang tiada berguna.  Maka tinggalah ia tanpa kehidupan dan penerang, dan ia telah berada dalam kegelapan yang sesungguhnya, sebuah kehidupan tanpa pelita sedikit pun. Dan akhirnya mereka akan termasuk golongan orang-orang yang merugi, sengsara di dunia dan mendapatkan siksa di akhirat kelak serta menjadikan dirinya sebagai teman Syaitan laknatulah di neraka yang kekal abadi tak berujung.



ada 3 jenis hati dalam diri

HATI YANG SEHAT



Hati yang sehat adalah hati yang selamat. Pada hari kiamat nanti, barangsiapa menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa membawanya tidak akan selamat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:



"Artinya : Adalah hari yang mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat." [Asy-Syu'ara : 88-89]



Hati yang selamat didefinisikan sebagai hati yang terbebas dari setiap syahwat, keinginan yang bertentangan dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan dari setiap syubhat, ketidakjelasan yang menyeleweng dari kebenaran. Hati ini selamat dari beribadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala dan berhukum kepada selain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam .

Ubudiyahnya murni kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala . Iradahnya, mahabbahnya, inabahnya, ikhbatnya, khasyyahnya, roja'nya, dan amalnya, semuanya lillah, karenaNya.

Jika ia mencintai, membenci, memberi, dan menahan diri, semuanya karena Allah Subhanahu wa Ta'ala . Ini saja tidak dirasa cukup. Sehingga ia benar-benar terbebas dari sikap tunduk dan berhukum kepada selain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Hatinya telah terikat kepadanya dengan ikatan yang kuat untuk menjadikannya sebagai satu-satunya panutan, dalam perkataan dan perbuatan. Ia tidak akan berani bersikap lancang, mendahuluinya dalam hal aqidah, perkataan atau pun perbuatan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.



"Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, Janganlah kalian bersikap lancing (mendahului) Allah dan RasulNya, dan bertaqwalah kepada Allah Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. [Al-Hujurat : 1]



HATI YANG MATI



Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal siapa Rabbnya. Ia tidak beribadah kepadaNya dengan menjalankan perintahNya atau menghadirkan sesuatu yang dicintai dan diridlaiNya. Hati model ini selalu berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan duniawi, walaupun itu dibenci dan dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala .



Ia tidak peduli dengan keridlaan atau kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala . Baginya, yang penting adalah memenuhi keinginan hawa nafsu. Ia menghamba kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala . Jika ia mencinta, membenci, memberi, dan menahan diri, semuanya karena hawa nafsu. Hawa nafsu telah menguasainya dan lebih ia cintai daripada keridlaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.



Hawa nafsu telah menjadi pemimpin dan pengendali baginya. Kebodohan adalah sopirnya, dan kelalaian adalah kendaraan baginya. Seluruh pikirannya dicurahkan untuk menggapai target-target duniawi. Ia diseru kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan negeri akhirat, tetapi ia berada di tempat yang jauh sehingga ia tidak menyambutnya. Bahkan ia mengikuti setiap setan yang sesat. Hawa nafsu telah menjadikannya tuli dan buta selain kepada kebatilan.(Disebutkan dalam sebuah hadits, "Cintamu kepada sesuatu akan membutakanmu dan menulikanmu," Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Al- Adab XIV/38 secara marfu'dan oleh Imam Ahmad dalam Musnad V /194 secara marfu', juga VI/450 secara mauquf. Semuanya dari Abu Darda'. Abu Dawud tidak mengomentari hadits ini. Namun sebagian ulama menghasankannya, dan sebagian yang lain mendlaif-kannya.)

Bergaul dengan orang yang hatinya mati ini adalah penyakit, berteman dengannya adalah racun, dan bermajlis dengan mereka adalah bencana.



HATI YANG SAKIT



Hati yang sakit adalah hati yang hidup namun mengandung penyakit. Ia akan mengikuti unsur yang kuat. Kadang-kadang ia cenderung kepada 'kehidupan', dan kadang-kadang pula cenderung kepada 'penyakit'. Padanya ada kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala , yang merupakan sumber kehidupannya.



Padanya pula ada kecintaan dan ketamakan terhadap syahwat, hasad.(Hasad atau dengki adalah sikap tidak suka melihat orang lain mendapat nikmat dan mengharapkan nikmat itu lenyap darinya), kibr(Kibr atau sombong adalah menganggap remeh orang lain.

Rasulullah bersabda,

Kibr itu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain." HR. Muslim II/8),dan sifat ujub, yang merupakan sumber bencana dan kehancurannya. Ia ada diantara dua penyeru; penyeru kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan hari akhir, dan penyeru kepada kehidupan duniawi. Seruan yang akan disambutnya adalah seruan yang paling dekat, paling akrab.



Demikianlah, hati yang pertama adalah hati yang hidup, khusyu', tawadlu', lembut dan selalu berjaga. Hati yang kedua adalah hati yang gersang dan mati, Hati yang ketiga adalah hati yang sakit, kadang-kadang dekat kepada keselamatan dan kadang-kadang dekat kepada kebinasaan.



JAGALAH HATIMU SAUDARAKU..SESUNGGUNHYA HATI YANG BAIK TIADA AKAN MELAKUKAN PERBUATAN TERCELA.

Posting Komentar

0 Komentar

Top Post Ad

Below Post Ad