oleh Von Edison Alouisci
Bukan dari tulang ubun ia diciptakan sehingga
lupa akan pujian, bukan juga dari tulang kaki
karena khawatir akan diinjak dan direndahkan.
Melainkan ia diciptakan dari tulang rusuk, dekat
dengan dada untuk dilindungi dan dekat dengan
hati untuk dicintai.
Akhwat beda dengan ikhwan. Dalam
menjalankan aktivitas pun sangat berbeda. Tapi
hukum syara ’ memandang sejajar antara ikhwan
dan akhwat.
"Dan Sesungguhnya telah Kami
muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka
di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki
dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan," (QS Al Isra ; 70)
Biasanya, di kalangan akhwat
terjadi pelanggaran hukum syara ’ dalam konteks
ijtima’l atau pergaualan dengan lawan jenis.
karena mereka belum memahami aktivitas mana
saja yang termasuk hayatul khas dan hayatul
‘ aam. Di kalangan ikhwan pun terkadang ada
pelanggaran hukum syara’ karena sikap yang
kurang tegas dan kurang mengetahui batasan
aktivitas akhwat itu seperti apa saja, dalam
konteks hubungan demi maslahat masing-
masing yang sesuai dengan hukum syara ’ dan
selanjutnya karena godaan Syetan..
Apa yang akan saya paparkan adalah aktivitas
akhwat dalam konteks hubungan interpersonal
dengan ikhwan / ijtima ’I:
1.Hayatul ‘Aam
Hayatul ‘aam atau kehidupan umum bagi akhwat
adalah seputar kehidupan yang menyangkut
perkara pendidikan, mu ’amalah, kesehatan.
Hayatul ‘aam, bagi akhwat, maknanya bahwa ia
boleh bercerita tentang ketiga perkara tadi,
selebihnya tidak boleh karena sudah menyangkut
hayatul khas..
Bagi ikhwan manapun hanya cukup untuk
mengetahui ”hayatul ’aam” kehidupan umum-
nya saja, seperti contoh diatas ; pendidikan,
tempat tinggal, hobi, aktivitas di lembaga dll.
Sedangkan hayatul khas, sudah sangat privasi
sekali yang menyangkut kehidupan pribadi
(keadaan keluarga, keadaan dirinya) di luar itu
konteksnya sudah hayatul khas.
Bagi akhwat tidak boleh menceritakan hal-hal
pribadi pada ajnaby (orang asing). Akhwat boleh
menceritakan hal-hal terkait pribadinya jika ia telah
dikhitbah untuk lanjut ke jenjang pernikahan.
Dan ketika berinteraksi dengan lawan jenis akhwat
diharapkan bertindak dan berbicara seperlunya
saja, tegas dan jelas. Dalam aktivitas yang
berkaitan dengan lawan jenis, seorang akhwat
seringkali mudah melakukan pelanggaran.
Mungkin karena secara psikologis akhwat
memiliki karater ingin diperhatikan atau malah
kadang cari perhatian agar bisa berinteraksi
dengan lawan jenis, apalagi kalau sudah
menyangkut "masalah hati."
Tapi berinteraksi dengan ikhwan dalam konteks
mendiskusikan ilmu, menurut saya ini
dibolehkan, tapi, ada beberapa hal kita sendiri bisa
menjaminnya sesuai dengan perkataan Rasulullah
, "Jika kalian tidak memiliki rasa malu maka
bertindaklah sesuka kalian."
Yang dimaksud hal-hal yang kita harus bisa
menjaminnya adalah kemungkinan timbulnya
fitnah. Mungkin kita bisa berdalih dengan
mengatakan "Saya dengan dia cuma teman,
hanya sebatas sharing ilmu."
Tapi saya
berpendapat sebaiknya dicari "aman" nya saja,
karena fitnah itu diibaratkan mencemarkan dan
menjatuhkan kehormatan seorang akhwat dan
manjaga ’iffah / kehormatan itu wajib hukumnya.
Mubah hukumnya untuk berinteraksi dengan
ikhwan dalam masalah ilmu, kareka khawatir
seorang akhwat akan menceritakan sesuatu yang
masuk dalam wilayah khas, sehingga yang
mubah menjerumuskan ke haram.
Bagaimana dengan diskusi di forum internet atau
milis? Menurut saya, dalam wilayah ini sifatnya
lebih 'aam karena diketahui banyak orang
pembahasannya pun seputar perkara yang
dibolehkan.
Dalam hal ini saya ingin mengutip
perkataan Abu Bakar, "Berhati-hatilah dalam
bertindak karena dari hati-hati tadi memberikan
manfaat bagimu."
2.Hayatul khas
Hayatul khas atau kehidupan khusus adalah
perkara seputar pribadi dan ini hanya boleh di
ketahui oleh keluarga ‘mahram’ dan sesama
kaum perempuan dalam lingkungan kita.
Contohnya, menceritakan keadaan dirinya dan
keluarganya, target hidup, target dakwah dll.
secara detil, kecuali seorang akhwat sudah
dikhitbah.
Seorang ikhwan yang faham akan apa arti
kehormatan bagi seorang akhwat pasti maklum
atas sikap tegasn seorang akhwat dan tidak
dimaknai sebagai sikap jaim (jaga image) atau
jutek, terlalu saklek atau apalah namanya. Tegas
bukan berarti memaksa agar pandangannya di
terima atau egois tapi demi menjaga kehormatan.
Intinya, dalam hal ini sangat dibutuhkan
ketegasan dari masing-masing pihak, baik
maupun akhwat untuk menjaga 'iffahnya
masing-masing. Rasulullah Saw bersabda,
"Sesungguhnya perkara halal itu jelas, dan
perkara haram itu jelas; serta di antara keduanya
terdapat perkara mutasyabihat yang kebanyakan
orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang
menjauhi syubhat, sungguh ia telah terbebas dari
dosa, dalam agama dan kehormatannya.
sebaliknya, siapa yang terjerumus pada perkara
syubhat berarti ia telah terjerumus dalam perkara
haram," (HR. Imam Bukhari, Muslim dan ashabun
Sunan)
Rabbanaghfirlanaa dzunuubanaa isyraafanaa fii
amrina. Wallahu ’alam.
Bukan dari tulang ubun ia diciptakan sehingga
lupa akan pujian, bukan juga dari tulang kaki
karena khawatir akan diinjak dan direndahkan.
Melainkan ia diciptakan dari tulang rusuk, dekat
dengan dada untuk dilindungi dan dekat dengan
hati untuk dicintai.
Akhwat beda dengan ikhwan. Dalam
menjalankan aktivitas pun sangat berbeda. Tapi
hukum syara ’ memandang sejajar antara ikhwan
dan akhwat.
"Dan Sesungguhnya telah Kami
muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka
di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki
dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan," (QS Al Isra ; 70)
Biasanya, di kalangan akhwat
terjadi pelanggaran hukum syara ’ dalam konteks
ijtima’l atau pergaualan dengan lawan jenis.
karena mereka belum memahami aktivitas mana
saja yang termasuk hayatul khas dan hayatul
‘ aam. Di kalangan ikhwan pun terkadang ada
pelanggaran hukum syara’ karena sikap yang
kurang tegas dan kurang mengetahui batasan
aktivitas akhwat itu seperti apa saja, dalam
konteks hubungan demi maslahat masing-
masing yang sesuai dengan hukum syara ’ dan
selanjutnya karena godaan Syetan..
Apa yang akan saya paparkan adalah aktivitas
akhwat dalam konteks hubungan interpersonal
dengan ikhwan / ijtima ’I:
1.Hayatul ‘Aam
Hayatul ‘aam atau kehidupan umum bagi akhwat
adalah seputar kehidupan yang menyangkut
perkara pendidikan, mu ’amalah, kesehatan.
Hayatul ‘aam, bagi akhwat, maknanya bahwa ia
boleh bercerita tentang ketiga perkara tadi,
selebihnya tidak boleh karena sudah menyangkut
hayatul khas..
Bagi ikhwan manapun hanya cukup untuk
mengetahui ”hayatul ’aam” kehidupan umum-
nya saja, seperti contoh diatas ; pendidikan,
tempat tinggal, hobi, aktivitas di lembaga dll.
Sedangkan hayatul khas, sudah sangat privasi
sekali yang menyangkut kehidupan pribadi
(keadaan keluarga, keadaan dirinya) di luar itu
konteksnya sudah hayatul khas.
Bagi akhwat tidak boleh menceritakan hal-hal
pribadi pada ajnaby (orang asing). Akhwat boleh
menceritakan hal-hal terkait pribadinya jika ia telah
dikhitbah untuk lanjut ke jenjang pernikahan.
Dan ketika berinteraksi dengan lawan jenis akhwat
diharapkan bertindak dan berbicara seperlunya
saja, tegas dan jelas. Dalam aktivitas yang
berkaitan dengan lawan jenis, seorang akhwat
seringkali mudah melakukan pelanggaran.
Mungkin karena secara psikologis akhwat
memiliki karater ingin diperhatikan atau malah
kadang cari perhatian agar bisa berinteraksi
dengan lawan jenis, apalagi kalau sudah
menyangkut "masalah hati."
Tapi berinteraksi dengan ikhwan dalam konteks
mendiskusikan ilmu, menurut saya ini
dibolehkan, tapi, ada beberapa hal kita sendiri bisa
menjaminnya sesuai dengan perkataan Rasulullah
, "Jika kalian tidak memiliki rasa malu maka
bertindaklah sesuka kalian."
Yang dimaksud hal-hal yang kita harus bisa
menjaminnya adalah kemungkinan timbulnya
fitnah. Mungkin kita bisa berdalih dengan
mengatakan "Saya dengan dia cuma teman,
hanya sebatas sharing ilmu."
Tapi saya
berpendapat sebaiknya dicari "aman" nya saja,
karena fitnah itu diibaratkan mencemarkan dan
menjatuhkan kehormatan seorang akhwat dan
manjaga ’iffah / kehormatan itu wajib hukumnya.
Mubah hukumnya untuk berinteraksi dengan
ikhwan dalam masalah ilmu, kareka khawatir
seorang akhwat akan menceritakan sesuatu yang
masuk dalam wilayah khas, sehingga yang
mubah menjerumuskan ke haram.
Bagaimana dengan diskusi di forum internet atau
milis? Menurut saya, dalam wilayah ini sifatnya
lebih 'aam karena diketahui banyak orang
pembahasannya pun seputar perkara yang
dibolehkan.
Dalam hal ini saya ingin mengutip
perkataan Abu Bakar, "Berhati-hatilah dalam
bertindak karena dari hati-hati tadi memberikan
manfaat bagimu."
2.Hayatul khas
Hayatul khas atau kehidupan khusus adalah
perkara seputar pribadi dan ini hanya boleh di
ketahui oleh keluarga ‘mahram’ dan sesama
kaum perempuan dalam lingkungan kita.
Contohnya, menceritakan keadaan dirinya dan
keluarganya, target hidup, target dakwah dll.
secara detil, kecuali seorang akhwat sudah
dikhitbah.
Seorang ikhwan yang faham akan apa arti
kehormatan bagi seorang akhwat pasti maklum
atas sikap tegasn seorang akhwat dan tidak
dimaknai sebagai sikap jaim (jaga image) atau
jutek, terlalu saklek atau apalah namanya. Tegas
bukan berarti memaksa agar pandangannya di
terima atau egois tapi demi menjaga kehormatan.
Intinya, dalam hal ini sangat dibutuhkan
ketegasan dari masing-masing pihak, baik
maupun akhwat untuk menjaga 'iffahnya
masing-masing. Rasulullah Saw bersabda,
"Sesungguhnya perkara halal itu jelas, dan
perkara haram itu jelas; serta di antara keduanya
terdapat perkara mutasyabihat yang kebanyakan
orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang
menjauhi syubhat, sungguh ia telah terbebas dari
dosa, dalam agama dan kehormatannya.
sebaliknya, siapa yang terjerumus pada perkara
syubhat berarti ia telah terjerumus dalam perkara
haram," (HR. Imam Bukhari, Muslim dan ashabun
Sunan)
Rabbanaghfirlanaa dzunuubanaa isyraafanaa fii
amrina. Wallahu ’alam.