Type Here to Get Search Results !

HAKEKAT TAKWA

0
Oleh Von Edison Alouisci



Sadara saurdariku

ketahuikah, Para ulama rahimahullah telah mejelaskan apa yang dimaksud dengan taqwa. Di antaranya, Imam Ar-Raghib Al-Asfahani mendenifisikan : “Taqwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya berdosa, dan itu dengan meninggalkan apa yang dilarang, dan menjadi sempurna dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan” [Al-Mufradat Fi Gharibil Qur’an, hal 531]

Sedangkan Imam An-Nawawi mendenifisikan taqwa dengan “Menta’ati perintah dan laranganNya”. Maksudnya menjaga diri dari kemurkaan dan adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala [Tahriru AlFazhil Tanbih, hal 322]. Hal itu sebagaimana didefinisikan oleh Imam Al-Jurjani “ Taqwa yaitu menjaga diri dari siksa Allah dengan menta’atiNya. Yakni menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya” [Kitabut Ta’rifat, hl.68]

Karena itu siapa yang tidak menjaga dirinya dari perbuatan dosa, berarti dia bukanlah orang yang bertaqwa. Maka orang yang melihat dengan kedua matanya apa yang diharamkan Allah, atau mendengarkan dengan kedua telinganya apa yang dimurkai Allah, atau mengambil dengan kedua tangannya apa yang tidak diridhai Allah, atau berjalan ke tempat yang dikutuk Allah, berarti ia tidak menjaga dirinya dari dosa.

Jadi, orang yang membangkang perintah Allah serta melakukan apa yang dilarangNya, dia bukan termasuk orang-orang yang bertaqwa

Orang yang menceburkan diri kedalam maksiat sehingga ia pantas mendapat murka dan siksa dari Allah, maka ia telah mengelurakan dirinya dari barisan orang-orang yang bertaqwa.

Kedua : Dalil Syar’i, Bahwa Taqwa Termasuk Kunci Rizki

Beberapa nash yang menunjukkan bahwa taqwa termasuk di antara sebab rizki, di antaranya.

[1]. Firman Allah

“Artinya : Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka” [At-Thalaq : 2-3]

Dalam ayat diatas, Allah menjelaskan bahwa orang yang merelaisasikan taqwa akan dibalas Allah dengan dua hal.

Pertama.
“Allah akan mengadakan jalan keluar baginya” Artinya, Allah akan menyelamatkannya –sebagaimana di katakana Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma- dari setiap kesusahan dunia maupun akhirat. [Lihat Tafsir Al-Qurthubi, 18/159, Ar-Rabi’ bin Khutsaim berkata : “Dia memberi jalan keluar dari setiap apa yang menyesakkan manusia” (Zadul Masir, 8/291-292 ; Lihat pula, Tafsir Al-Baghawi, 4/357 dan Tafsir Al-Khazin, 7/108]

Kedua.
“Allah akan memberik rizki dari arah yang tidak disangka-sangka”. Artinya, Allah akan memberi rizki yang tak pernah ia harapkan dan angankan. [Lihat, Zaadul Masir, 8/291-292]

Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan :”Maknanya, barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah dengan melakukan apa yang diperintahkanNya dan meninggalkan apa yang dilarangNya, niscaya Allah akan memberinya jalan keluar serta rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam benaknya” [Tafsir Ibnu Katsir, 4/400]

Alangkah agung dan besar buah taqwa itu ! Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata : “Sesungguhnya ayat terbesar dalam hal pemberian janji keluar adalah.

“Artinya : Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya” [Tafsir Ibnu Katsir, 4/400. Lihat pula, Tafsir Ibnu Mas’ud, 2/651]

[2]. Ayat Lainnya Adalah Firman Allah

Artinya : Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka sendiri” [Al-A’raf : 96]

Dalam ayat yang mulia ini Allah menjelaskan, seandainya penduduk negeri-negeri merealisasikan dua hal, yakni ; iman dan taqwa, niscaya Allah akan melapangkan kebaikan (kekayaan) untuk mereka dan memudahkan mereka mendapatkannya dari segala arah.

Menafsirkan firman Allah.

“Artinya : Pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma mengatakan : “Niscaya Kami lapangkan kebaikan (kekayaan) untuk mereka dan Kami mudahkan bagi mereka untuk mendapatkannya dari segala arah” [Tafsir Abi As-Su’ud, 3/253]

Janji Allah yang terdapat dalam ayat yang mulia tersebut terhadap orang-orang beriman dan bertaqwa mengandung beberapa hal, di antaranya :

[a] Janji Allah untuk membuka “baarakata” (keberkahan) bagi mereka. “al-baarakata” adalah bentuk jama’ dari “al-barakat”. Imam Al-Baghawi berkata, “Ia berarti mengerjakan sesuatu secara terus menerus [Tafsir Al-Baghawi, 2/183]. Atau seperti Imam Al-Khazin, “Tetapnya suatu kebaikan Tuhan atas sesuatu” [Tafsir Al-Khazin, 2/266]

Jadi, yang dapat disimpulkan dari makna kalimat “al-barakat” adalah bahwa apa yang diberikan Allah disebabkan oleh keimanan dan ketaqwaan mereka adalah kebaikan yang terus menerus, tidak ada keburukan atau konsekuensi apapun atas mereka sesudahnya.

Tentang hal ini, Sayid Muhammad Rasyid Ridha berkata : “Adapun orang-orang yang beriman maka apa yang dibukakan untuk mereka adalah berupa berkah dan kenikmatan. Dan untuk hal itu, mereka senantiasa bersyukur kepada Allah, ridha terhadapNya dan mengharapkan karuaniaNya. Lalu mereka menggunakannya di jalan kebaikan, bukan jalan keburukan, untuk perbaikan bukan untuk merusak. Sehingga balasan bagi mereka dari Allah adalah ditambahnya berbagai kenikmatan di dunia dan pahala yang baik di akhirat” [Tafsir Al-Manar, 9/25]

Syaikh Ibnu Asyur mengungkapkan hal itu dengan ucapannya : Makna “al-barakat” adalah kebaikan yang murni yang tidak ada konsekuensinya di akhirat. Dan ia adalah sebaik-baik jenis nikmat” [Tafsir At-Tahrir wa Tanwir, 9/22]

[b] Kata berkah disebutkan dalam bentuk jama’ sebagaimana firman Allah.

“Artinya : Pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berbagai berkah”. Ayat ini, sebagaimana disebutkan Syaikh Ibnu Asyur untuk menunjukkan banyaknya berkah sesuai dengan banyaknya sesuatu yang diberkahi. [Op. cit, 9/22]

[c] Allah Berfirman.

“Artinya : Berbagai keberkahan dari langit dan bumi”. Menurut Imam Ar-Razi, maksudnya adalah keberkahan langit dengan turunnya hujan, keberkahan bumi dengan tumbuhnya berbagai tanaman dan buah-buahan, banyaknya hewan ternak dan gembalaan serta diperolehnya keamanan dan keselamatan. Hal ini karena langit adalah laksana ayah, dan bumi laksana ibu. Dari keduanya diperoleh semua bentuk manfaat dan kebaikan berdasarkan penciptaan dan pengurusan Allah. [At-Tafsirul Kabir, 12/185. Lihat pula, Tafsirul Khazin 2/266 dan Tafsir At-Tahrir wa Tanwir, 9/22]

[3]. Ayat Lainnya Adalah Firman Allah.

“Artinya : Dan sekiranya mereka sunguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka” [Al-Ma’idah : 66]

Allah Tabaraka wa Ta’ala mengabarkan tentang Ahli Kitab, ‘Bahwa seandainya mereka mengamalkan apa yang ada di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an –demikian seperti dikatakan oleh Abdullah bin Abbas Radhhiyallahu anhuma dalam menafsirkan ayat tersebut-
Lihat Tafsir Ath-Thabari 10/463, Al-Muharrar Al-Wajiz 5/152-153, Zadul Maasir 2/395 dan Tafsir Ibnu Katsir 2/86]

niscaya Allah memperbanyak rizki yang diturunkan kepada mereka dari langit dan yang tumbuh untuk mereka dari bumi.

Syaikh Yahya bin Umar Al-Andalusi berkata : “Allah menghendaki –wallahu a‘lam- bahwa seandainya mereka mengamalkan apa yang diturunkan di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an, niscaya mereka memakan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Maknanya –wallahu a’lam- niscaya mereka diberi kelapangan dan kesempurnaan nikmat dunia” [Kitabun Nazhar wal Ahkam fi Jami’i Ahwalis Suuq, hal 41]

Dalam menafsirkan ayat ini, Imam Al-Qurthubi mengatakan, “Dan sejenis dengan ayat ini adalah firman Allah.

“Artinya : Barangsiapa bertawa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya” [At-Thalaq : Lihat tafsir Ibnu Katsir 2/86, dan Fathul Qadir yang didalamnya dikatakan, “Penyebutan dari atas dan dari bawah (dalam ayat tersebut) adalah untuk menunjukkan puncak kemudahan sebab-sebab rizki bagi mereka, juga untuk menunjukkan banyak dan keaneka ragaman jenisnya” 2/85, juga Tafsir At-Tahrir at Tanwir yang didalamnya disebutkan, Maksudnya, niscaya mereka diberi rizki dari semua jalan”4/254

“Artinya : Dan bahwasanya jika mereka tetap berjalan di atas jalan itu (agama Islam), banar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rizki yang banyak)” [Al-Jin : 16]

“Artinya : Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi” [Al-A’raf : 96]

Sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat di atas, Allah menjadikan ketaqwaan di antara sebab-sebab rizki dan menjanjikan untuk menambahnya bagi orang yang bersyukur, Allah berfirman.

“Artinya : Jika kalian bersyukur, niscaya Aku tambahkan nikmatKu atasmu” [Ibrahim : 7] [Tafsir Al-Qurthubi, 6/241]

Karena itu, setiap orang yang menginginkan keleluasaan rizki dan kemakmuran hidup, hendaknya ia menjaga dirinya dari segala dosa. Hendaknya ia menta’ati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya. Juga hendaknya ia menjaga diri dari yang menyebabkannya berhak mendapat siksa, seperti melakukan kemungkaran atau meninggalkan kebaikan.


SEMOGA KITA TERGOLONG INSAN YANG TAKWA

Salam Ukhwah

Posting Komentar

0 Komentar

Top Post Ad

Below Post Ad