Type Here to Get Search Results !

'MENIKAH DGN MAHAR AYAT AYAT SUCI ALQUR`AN ?

0
Penulis Oleh Von Edison Alouisci



Mas kawin atau disebut juga dengan mahar adalah bentuk pemberian dari suami kepada istri sebagai tanda resminya hubungan suami istri diantara mereka berdua yang diikat dalam sebuah aqad yang syar'i. Allah SWT

berfirman:



Berikanlah mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan

penuh kerelaan. (QS An-Nisa': 4)

"Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (setubuhi) diantara mereka, berikanlah maharnya kepada mereka (dengan sempurna)" (Q.S. al-Nisa' : 24)



Begitu juga dalam ayat selanjutnya : "Kawinilah mereka dengan seijin keluarga mereka dan berikanlah mas kawin mereka sesuai dengan kadar yang pas" (Q.S. al-Nisa': 25)



Sedangkan bentuk dan nilai mas kawin itu ditentukan oleh pihak istri,baik diri wanita itu atau pun walinya. Dan tidak ada ketentuan dari Islam untuk membatasi besar dan nilainya. Semua akan berpulang kepada pihak wanita atau juga adat dan kebiasaan yang terjadi di suatu tempat/negeri. Dan sebagai syarat dari pernikahan, maka pihak wanita berhak untuk menentukan besar dan nilainya itu sementara pihak calon barakatuh

suami harus memenuhinya sesuai dengan permintaan pihak wanita.



Hanya saja Islam tidak menganjurkan untuk memperberat mahar itu karena bisa berakibat menyusahkan pihak laki-laki. Di zaman Rasulullah SAW ada wanita yang rela dinikahkan dengan mahar seadanya, yang penting memiliki nilai meski tidak besar. Dalam penetapan berapakah mahar yang ideal serta nilainya, para ulama berbeda pendapat. Hal itu terjadi lantaran banyak dalil dan keterangan yang berbeda sejak dari Rasulullah SAW sendiri. Di antara dalil-dalil tentang besar dan bentuk mahar, adalah

hadits berikut ini:





Dari Amir bin Rubai'ah bahwa soerang wanita dari Bani Fazarah dinikahi dengan mahar berupa sendal. Maka Rasulullah SAW bertanya,"Apakah kamu rela dinikahi dengan mahar sendal?." Wanita itu menjawab,"Ya." Maka

rasulullah membolehkannya.



Diriwayatkan dari Sahal bin Saad bahwa ada seorang wanita datang kepada Rasulullah SAW minta dinikahkan. Namun laki-laki yang akan menikahinya tidak memiliki harta apa-apa. Rasulullah SAW bertanya,"Apakah kamu

memiliki sesuatu yang bisa kamu jadikan mahar untuknya?." Orang itu menjawab,"Saya hanya punya satu sarung ini saja." Nabi berkata, bila kamu berikan sarungmu itu kamu tidak punya sarung lagi." Berikan sesuatu walaupun hanya cincin dari besi." Orang itu menjawab lagi. "Saya benar-benar tidak punya apa-apa." Maka Nabi berkata,"Apakah kamu hafal barang sesuatu dari ayat Al-Qur'an?." "Ya, saya hafal surat anu, anu dan anu." Nabi bersabda,"Aku telah nikahkan kamu dengan apa yang kamu hafal

dari Al-Qur'an." (HR Bukhari dan Muslim).



Dalam riwayat lain disebutkan bahwa nabi memerintakan untuk mengajari istri membaca Al-Qur'an. Dan dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa

jumlah ayat yang diajarkannya itu sekitar 20-an ayat.



"Ajarilah istrimu itu Al-Qur'an."



Dari Anas bahwa Abu Thalhah meminang Ummu Sulaim, lalu Ummu Sulaim berkata,"Demi Allah, laki-laki seperti anda tidak mungkin ditolak pinangannya, namun anda masih kafir sedangkan saya wanita muslimah,tidak halal bagi saya menikah dengan anda. Namun bila anda masuk Islam,

maka ke-Islaman anda itu menjadi mahar dan saya tidak minta selain itu.



Bila menilik hadits di atas, maka dibolehkan mahar itu berbentuk sesuatu yang memiliki manfaat dan faedah. Seperti ilmu yang diajarkan, keislaman (proses masuk Islamnya suami), bacaan Al-Qur'an dan sejenisnya. Karena mahar itu hak istri, bila dia rela menerima hal itu, maka cukuplah hal

itu menjadi mahar

Adapun mengenai batas-batasnya (maksimal atau minimal), mahar tidak mempunyai batasan. Suami boleh memberikan mas kawin kepada isterinya berapapun jumlahnya sesuai dengan kemampuan suami.



Pernah suatu kali Sahabat Umar bin Khattab ra. ketika menjabat sebagai khalifah membatasi mas kawin tidak boleh lebih dari 400 dirham, tindakan ini ditentang oleh seorang wanita yang mengatakan bahwa Allah telah berfirman :

"Dan jika kamu ingin menggantikan isterimu dengan isteri yang lain (karena perceraian), sedang kamu telah memberikan kepada seseorang diantara mereka harta yang banyak (qinthaar), maka janganlah kamu mengambil kembali darinya barang sedikitpun". (Q.S. al-Nisa' : 20) Kalimat "qinthaar" dalam ayat ini bermakna : jumlah yang banyak tanpa batas. Maka ketika itu Umar mengakui kekhilafannya atau kesalahannya seraya berkata: "Wanita itu benar, Umarlah yang salah".



Tetapi walaupun demikian, agama tetap menganjurkan untuk mempermudah hal-hal yang berhubungan dengan mas kawin seperti yang tertera dalam sabda Rasulullah:

"Sesungguhnya wanita yang paling banyak berkahnya adalah wanita yang paling sedikit/murah mas kawinnya."



Para ulama dahulu berbeda pendapat dalam menentukan kadar minimal mas kawin:

1. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mas kawin minimal senilai 3 dirham. Mereka mengkiaskan (menyamakan) hal ini dengan wajibnya potong tangan bagi pencuri ketika barang curiannya bernilai 3 dirham atau lebih.



2. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa mas kawin paling sedikit 10 dirham atau dengan yang senilainya. Ini berlandaskan bahwa Nabi membayar mas kawin para isterinya tidak pernah kurang dari 10 dirham.



3.Ulama Syafi'iah dan Hanbaliyah berpendapat, tidak ada batas minimal, yang penting bahwa sesuatu itu bernilai atau berharga maka sah (layak) untuk dijadikan mas kawin (termasuk seperangkat alat salat). Golongan ketiga ini mendasarkan pendapatnya pada (a) ayat "Dan dihalalkan bagimu selain yang demikian (wanita yang telah disebutkan dalam ayat 23-24 surat al-Nisa'), yaitu mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk dizinai" (Q.S. al-Nisa' : 24).



Kalimat "amwaal" (Indonesia = harta) dalam ayat ini lafadznya umum tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu, dan tidak ada dalil lain dari hadits atau ijma' para sahabat yang mengkhususkan kalimat ini, maka keumumannya wajib diamalkan. (b) Hadits Rasulullah yang berbunyi : "iltamis walau khaataman min hadid" ("Berikanlah [mas kawin] walaupun hanya sebuah cincin yang terbuat dari besi). Selengkapnya hadits ini adalah sebuah kisah: suatu saat Nabi didatangi seorang perempuan yang menginginkan agar Nabi berkenan menikahinya. "Saya pasrahkan diri saya pada tuan", kata si perempuan. Namun lantas Nabi berfikir agak panjang.



Pada saat itulah berdiri seorang sahabat dan memberanikan diri menyatakan kepada Nabi,

"Wahai Rasulullah, jika paduka tidak berkenan menikahinya, nikahkan saja perempuan itu denganku".

"Apakah kamu memiliki sesuatu untuk dijadikan maharnya?"

"Saya tidak mempunya apa-apa kecuali kain sarung saya ini".

"Sarungmu?!. Lantas kamu nanti mau pakai apa jika sarung itu kamu jadikan mahar? Carilah sesuatu".

"Sama sekali saya tak punya apa-apa".

"Carilah, walau hanya cincin besi".

Lelaki tadi lantas mencari-cari, namun memang dia tak punya apa-apa. Lalu kata Nabi:

"Apakah kamu hafal beberapa (surat) dari al-Qur'an?".

"Oh ya, surat ini dan surat ini", dia mengatakan surat-surat yang dihafalnya. Maka lantas Nabi menikahkan mereka, "Saya nikahkan kamu dengan perempuan itu dengan mahar apa yang kamu hafal dari al-Qur'an".



Jelaslah dengan demikian, bahwa mahar itu tidak ada batasannya. Apapun bentuknya, berapapun jumlahnya, sampai barang yang paling sederhana sekali, bahkan berupa bacaan al-Qur'an, yang penting bernilai dan berharga, maka sah (layak) dijadikan mahar. Dan pendapat yang terakhir inilah yang paling rajih (pendapat yang paling kuat argumen serta dalilnya).



Wallahu a'lam bish-shawab,semoga bermanpaat

Posting Komentar

0 Komentar

Top Post Ad

Below Post Ad